Senin, 17 Mei 2010

Rokokmu, bahaya kita!


Sebuah kiasan yang mungkin tepat untuk para pecandu rokok, "Yang bakar uang rugi, yang kebagian asap nya juga rugi." Ironis memang. Rokok itu dibeli, namun merusak. Banyak pendekatan alasan ilmiah yang sebenarnya dapat diambil untuk merefleksikan hal tersebut. Pencerdasan ilmiah dalam bidang medis pun telah banyak memberikan bukti logis sebagai tema utama dalam upaya pencegahan konsumsi rokok dalam kehidupan masyarakat saat ini. Namun terkadang itu tidak cukup menggerakkan akal sehat manusia ini untuk mulai menjauhi rokok.

Rokok telah menjadi salah satu aktor utama sebagai faktor resiko dalam timbulnya bermacam-macam penyakit yang ada saat ini. Tercatat sebanyak 14 kali peningkatan resiko terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan; 4x menderita kanker esophagus; 2x kanker kandung kemih; dan 2x serangan jantung akibat mengisap rokok ini. Belum lagi penyakit saluran pernapasan yang lain seperti COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) yang bisa berakibat kelainan sulit bernapas maupun infeksi di sana. Penyakit kardiovaskuler yang akan timbul pun juga tidak kalah hebatnya seperti kelainan gagal jantung ataupun hipertensi yang bisa berakibat resiko fatal.

Berbagai macam mekanisme pathologis terjadi akibat menghisap asap rokok, baik untuk perokok aktif maupun pasif. Mekanisme bioselular yang terjadi salah satunya adalah perubahan bentuk sel-sel epitel di saluran pernapasan yang menjadi salah satu proses awal terbentuknya sel kanker. Bila ini terjadi pada saluran pernapasan bawah, akan merangsang sel-sel peradangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan kantong udara dan pembengkakan di sana, atau dalam istilah kedokterannya disebut emphysema. Penyempitan saluran akibat cairan mucus berlebih yang dirangsang oleh sel-sel peradangan tadi dapat pula menyebabkan munculnya gejala bunyi nafas seperti asma (wheezing). Dari sana, timbul berbagai macam komplikasi multiorgan dalam tubuh, seperti kelainan gagal jantung yang telah disebutkan di atas.

Atas dasar itu, maka merokok jelas membahayakan perokok itu sendiri, juga perokok lain di sekitarnya. Sayangnya, kaum yang tidak merokok ternyata lebih sensitive terhadap asap rokok, sehingga rokok lebih berbahaya kepada mereka karena reaksi tubuh yang ditimbulkan terhadap asap rokok juga lebih tinggi dampaknya terhadap kesehatan. Padahal, asap rokok yang ada bila dikonsumsi menghasilkan 4% asap yang memang perokok itu sendiri hisap, sisanya 96% keluar sebagai asap bebas yang memang lebih berbahaya karena terbakar pada suhu tinggi dan tanpa saringan sehingga lepas ke udara bebas. Sebagai tambahan bahwa asap yang keluar bebas tersebut lebih banyak mengandung zat-zat yang berbahaya. Maka tidak salah jika paradigma yang ada selama ini bahwa perokok pasif akan lebih mengalami dampak buruk terhadap asap rokok bila dibandingkan perokok itu sendiri.

Lebih miris lagi bila kita bayangkan asap rokok itu sering terhisap oleh ibu-ibu yang sedang hamil. Jelas bahwa rokok membahayakan janin yang ada di dalam kandungan, sehingga resiko janin tersebut lahir dengan kecacatan lebih besar. Maka ibu-ibu hamil yang menjadi perokok pasif lah yang kita khawatirkan. Tidak ada satupun orang tua yang rela anaknya cacat akibat asap rokok yang ditimbulkan orang di sekitarnya. Ini menjadi catatan yang penting pula bagi para suami yang memang menjadi orang yang paling terdekat dalam lingkungan sang istri.

Mungkin tidak anda sadari bahwa jumlah perokok itu sebenarnya tidaklah sebanyak yang tidak merokok. Logis jika dikatakan bahwa lebih banyak orang yang memang tidak ingin merokok dibandingkan yang ingin. Jelas pula bahwa merokok itu hanyalah sebuah pilihan, sedang bernafas adalah kebutuhan. Maka bila pilihan itu berdampak buruk bagi kebutuhan itu sendiri, tidak sepatutnya sang pemilih tidak sadar bahwa mereka telah berbuat zholim. Secara sosial, pelaku jelas harus ada sangsi tegas atasnya, karena hak asasi orang-orang yang tidak merokok terlanggar. Bahkan inilah yang membuat WHO menetapkan Lingkungan Bebas Asap Rokok sebagai tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diadakan setiap tanggal 31 Mei itu.

Selama ini masyarakat mungkin merasa aman bila diberlakukannya pemisahan kawasan merokok dengan area bebas rokok. Padahal belum ada jaminan bahwa area bebas merokok itu benar-benar bebas terhadap asap rokok sehingga pemisahan kawasan itu tidak berpengaruh banyak. Selain itu, belum pula ditemukan teknologi ventilasi atau penyaringan udara yang dapat menghilangkan sepenuhnya asap rokok. Maka bisa jadi pemisahan kawasan itu bukanlah solusi efektif untuk mencegah dampak rokok.

Belum lagi dampak dari asap rokok yang berkeliaran di dalam gedung dan ruangan semisal ruang kerja untuk para pegawai kantoran. Ini biasa disebut Sick Buliding Syndrome. Pekerja-pekerja kantoran yang memang lebih sering menghabiskan waktu di dalam ruangan sangat rentan mengalaminya, apalagi bila ditambah dengan perilaku mereka sendiri yang menjadikan rokok sebagai “obat penenang” mereka dalam kondisi stress. Semakin menjadilah permasalahan yang ditimbulkan akibat rokok itu.

Saat ini para ustadz pun juga telah sering mengingatkan bahaya rokok itu. Bila merujuk pada fatwa haram rokok yang dikeluarkan oleh MUI ataupun Muhammadiyah misalnya, di luar pro kontra terhadapnya, maka sudah sepatutnya kita sama-sama mulai menjauhi rokok dengan alasan-alasan keresahan terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, mulai dari dampak kesehatan sampai dampak sosial yang muncul.

Korban-korban akibat rokok sudah banyak berjatuhan, sekarang tinggal kita yang memilih. Apakah kita yang menjadi korban selanjutnya? Ataukah kita yang menjadi penyelamat para korban itu? Tentukan pilihanmu!



Ka. DEW 3 FULDFK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar