Sabtu, 26 Februari 2011

Keberanian

Bukan aku tak takut api, tetapi air punya daya. Berjalan melalui semak-semak, kodok pun tidak takut ular yang mulutnya cukup besar menelan dia hidup-hidup. Bahkan sel-sel imun tubuh tak pernah tahu juga makhluk asing apa yang akan masuk. Tetapi mereka tak pernah diam ketakutan, oleh karenanya respon tubuh terhadap benda asing akan selalu tampak. Jiwa-jiwa mereka berani.

Alangkah bijak Rasulullah yang bersabda, "Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang dan memanah." (HR. Bukhori/Muslim). Bukan hanya masalah bagaimana berkuda, berenang, ataupun memanah. Rasulullah paham benar bahwa aktivitas itu adalah sarana untuk melatih keberanian semenjak kecil. Pernah berenang? Awalnya aku pun takut jika tenggelam. Hingga aku diajari, lahir keberanian.

Keberanian itu terlahir, menjelma dari kandung percobaan. Sekali, maupun kesekian kalinya percobaan itu.

Rabu, 09 Februari 2011

Segera Bereskan!

Dimana dia? Dimana tuan kecil yang bersarang dalam cangkang yang kuat itu? Begitu lemahkah dia bicara perintah? Tubuhku sudah terlalu kaku. Banyak rebah-rebah di atas kasur empuk. Sedikit sekali karya manis dari tangan yang terlanjur lemas.

Pikiran ini perlu aku bagikan. Di sini, aku mengutip perkataan dari seorang ustadz, "Jangan engkau menunggu-nunggu dapat petunjuk, bergeraklah dan bergegaslah maka Allah akan berikan petunjuk-Nya." Kali pertama, aku terbesit dengan celotehan kecil yang pernah terdengar semasa aku remaja. Banyak yang katakan bahwa memakai jilbab membutuhkan hidayah khusus dari Tuhan sehingga menjelma jadi alasan bagi yang belum mau mengenakannya. Dulu aku mengangguk-angguk saja. Kini otakku bergelut tidak sepakat. Memangnya Allah akan beri dengan hanya menunggu?

Itu kisah dulu. Dan kini ia menimpa kembali. Fenomenanya tidak terlampau besar, tetapi banyak. Andaikan kudengar kembali ustadz tadi berkata kepadaku langsung, pastilah ucapannya "Jangan jadi mahasiswa penunggu kelulusan, bereskan dengan segera maka Allah akan berikan kelulusan kepadamu dengan segera pula."

Insya Allah.

*Di tengah-tengah sibuknya skripsi, setidaknya tidak menyibukkan untuk menulis.

Sabtu, 05 Februari 2011

Si Bahagia

Tanganku terpangku malas. Sambil kuperhatikan sesosok jiwa yang kepayahan. Tubuhnya kecil dan kurus. Tetesan keringatnya berlomba-lomba jatuh ke atas tanah liat. Tampak urat-urat tangannya menjulur dari ketiak yang terlihat. Menuju hingga kepalan tangan yang sedang menggegam sesuatu. Dalam terik dekapan hangat mentari pagi. Keras sekali beliau bekerja.

Tetapi tidak. Isi kepalanya sejuk. Tubuhnya berdusta kepadaku. Kulihat raut wajahnya tanpa kerut. Panasnya ladang tidak kuasa mencekik jiwanya. Padahal payah. Malah pikirnya diselimuti bahagia nan tenang. Katanya menunggu-nunggu benih tertanam telah tumbuh kekar kelak.

Apa yang membuatmu bahagia Bapak? "Kalian." Jawabnya. Benar. Indahnya kelak, bukan kini.