Selasa, 23 Maret 2010

Adil,,itu lebih baik..!

Bismillah..

Pertanyaan sederhana terlintas di kepala saya, "Kenapa orang-orang masih banyak merasa gak aman di negeri ini ya?..Terorisme? Korupsi? Kejahatan kriminal dengan modus FB? Ah..Nggak usah jauh-jauh..Bahkan sekedar menaruh helm motor saat memarkir motor pun saya masih was-was.."

Teringat rasanya..Suatu hari Umar bin Abdul Aziz pernah diusulkan untuk membangun pagar yang tinggi demi keamanan oleh rakyatnya..Beliau menjawab :
“Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.”

Teringat rasanya jua pada riwayat kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab..Tak pernah beliau merasakan nyenyak dalam tidurnya..Tidur siangnya bagaikan mengkhianati rakyatnya, maka malamnya bagaikan mengkhianati dirinya sendiri..
”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati diriku sendiri”.

Siang malam beliau selalu bersama rakyatnya..Paginya selalu ia sempatkan untuk membantu para janda berbelanja di pasar, Malamnya ia sempatkan pula untuk membantu para jompo untuk menyediakan makanan untuk mereka..
”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”). begitulah ungkapan salah seorang sahabat kepada beliau..

Adil lawan kata dari zhalim..Saat seorang tidak berbuat adil, maka logikanya ia telah berbuat zhalim..Pelaku kezhaliman menjerumuskannya pada lumpur dosa..Maka semakin jauh lah ia dari Allah SWT..Maka takkan bertakwa orang-orang yang jauh dari-Nya..
”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8

Saat sejarah islam bercerita panjang tentang keadilan, maka realitas kadang berkata lain..Kezhaliman dibuatkan banyak alibi..Kedustaan dibungkus dengan alasan-alasan kemanusiaan..Dikemanakan komitmen itu? Komitmen untuk masuk ke dalam islam secara menyeluruh? Apakah nilai-nilai keadilan itu hanya dibuat terduduk diam di pojok-pojok masjid sedangkan di pasar-pasar, di sekolah, di kampus, di jalan, ia seolah tidak memiliki nyawa? Sungguh islam itu fitrah..Maka berislam itu adalah berbuat adil..Saat semua merasa diperlakukan adil, rasa aman menjadi menjadi bonus yang memang dicita-citakan sebagian kita..Insya Allah.

Wallahua'lam

Jumat, 12 Maret 2010

Bersabarlah, Karena UJIAN itu Gak Sepanjang Waktu!..:)

Bismillah..

Menarik..
Setiap punggawa dakwah memiliki cerita yang berbeda. Mengapa? Karena Allah menguji hambanya sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing..

"Ada seorang ikhwan. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (baca: berdakwah) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da’wah telah mengelupas. Kala itu jarang da’i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da’wati" : Isteriku atau da’wahku ?".

Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da’wah. Apa pantas sesudah da’wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da’wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da’wah tersebut sudah menikmati berkah da’wah.."


Lain lagi dengan cerita berikut.
"Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da’wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan halaqah. Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da’wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan ia pun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis ikhwan tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da’wah, baik halaqah, ta'lim atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh saudara-saudara berwajah jernih berhati ikhlas?.."

Dalam surat Al A'raf ayat 163, "Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka", secara langsung Allah memerintahkan kita dalam sikap amar ma'ruf nahi munkar. Namun ada kemiripan konten ayat ini dengan kisah di atas. Ini adalah hakikat ujian..

Sadar atau tidak, Allah telah menguji hamba-Nya mulai dari titik yang terlemah.
"Demikian kami uji mereka karena kefasikan mereka.". Ini kuncinya. Saat mereka bermalas-malasan beribadah pada hari Sabtu, ternyata ikan-ikan banyak berdatangan..Saat seorang ikhwan (saudara laki-laki) tadi telah mengazamkan diri untuk berangkat liqo, saat itu pula istri dan mertua nya berturut-turut seolah "menyibukkan" nya..Saat kita tidak pandai dalam mengelola waktu, bisa jadi kita diuji dalam waktu senggang..

Padahal, ada satu hal pula yang mungkin sering terlupakan. Waktu ujian tidak pernah lebih lama dari waktu belajar kita. Namun jarang kita bersabar terhadap ujian itu, seakan ujian itu sepanjang waktu lamanya. Titik terlemah itu hanya muncul sewaktu, tidak terus-menerus. Pernahkah kita menyadari kalau tidak ada sekolah yang mengadakan masa ujian yang lebih lama dari masa kegiatan belajar-mengajarnya?..

Mulai dari sekarang, cermatilah titik terlemah kita.."Pertarungan" itu bisa jadi hanya muncul satu dua kali, selanjutnya adalah kenikmatan..Meski tidak melupakan bahwa kenikmatan juga merupakan bentuk ujian..
"Sesungguhnya Kesabaran itu ada pada benturan yang pertama.."

Wallahualam