Kamis, 30 Desember 2010

Tenanglah..

"Duhai angin, engkau keras menumbuk para rumah.. Layaknya aku yang sedang dihantam keras oleh masalah-masalahku yang bertubi-tubi ini.. Kenapa tidak Engkau timpakan masalah-masalahku ini kepada yang lain? Kenapa tidak kepada yang jelas lebih jahat dariku..", lirih dari seseorang terdengar keras ditengah hujan yang deras. Ada pula lirihan lain, "Ah, rasanya ingin kumatikan semua sistem yang ada di otak tengahku. Agar takut tak terus menghantuiku seperti ini.. Ah, rasanya ingin lari.."

Satu dua bait permintaan yang rasanya tidak logis untuk dilakukan. Sayangnya sumpah serapah semacam ini lebih sering terdengar oleh kita.

Tenanglah..Tetap berikan seungkap doa-doa untuk kebaikan semua..

Tenanglah..

Selasa, 28 Desember 2010

Terbanglah.

Ah, sang garuda rupanya malas terbang. Seolah tak pernah rasanya ia injakkan kakinya di tanah bumi. Bermandikan rumput menyilir. Ia merasa rendah sekali.

Ah, sang garuda. Orang tak bangga lihat engkau seperti itu. Engkau jadi tak seperti gagahnya elang. Engkau cuma layaknya hidangan sang harimau.

Ah, sang garuda. Terbanglah lagi ke atas. Aku tak suruh engkau lupa daratan. Begitu juga aku tak minta engkau ada di bawah setiap saat.

Ah, sang garuda. sebelum terbang engkau sudah mampu. Saat terbang engkau pun kuat. Hanya saat kau dapatkan mangsa, bukan cuma kau yang tentukan. Tuhan yang ciptakan.

Minggu, 26 Desember 2010

Ketika Konflik itu Datang.

"Kemarin saat sedang berada dalam suatu acara, ibunda juga sedang datang ke kota tempat saya berada. Pilihannya, saya izin dari acara tersebut, namun satu hal bahwa saya memiliki peran yang sebenarnya tidak dapat didelegasikan kepada yang lain dalam acara terkait. Tetapi dalam sisi yang lainnya, jelas bahwa saya pun tidak memiliki pilihan untuk mendelegasikan peran saya sebagai seorang anak. Jadi bagaimana sebaiknya?"

Sang pencerita menggambarkan sesuatu yang mungkin sering kita alami. Kita sebut itu konflik.

Konflik sering datang kepada kita, baik sengaja maupun tidak disengaja, baik perlahan maupun mendadak. Celakanya adalah saat konflik itu datang kita tidak punya jawaban. Yang terbanyak mungkin adalah menghindari atau memberikan jawaban konflik dengan emosional. Respon yang negatif semacam ini bukanlah penyelesaian yang baik. Konflik bukanlah untuk dihindari, walaupun kita pun tidak diminta membuat-buat konflik. Konflik juga bisa jadi hanyalah sesuatu yang kecil, maka dari itu jangan ditumbuhbesarkan. Menyelesaikan dengan halus dan konkrit, itu lebih baik. Menyadari bahwa dalam konflik itu semua yang telibat bisa jadi hanya ingin diakomodasikan kepentingannya.

Dan jawaban yang diberikan dalam cerita tadi adalah, "Kamu lebih baik bilang kepada orang tua kamu bahwa kamu sedang ada acara di luar yang tidak bisa ditinggalkan. Pastikan juga kamu akan menemui beliau, walaupun kamu terlambat. Setelah kamu dapat menemuinya, bawa sedikit kado kecil untuk sang ibunda."

Jumat, 24 Desember 2010

Harapan

Memanglah jika kita punya batasan. Tak perlu khawatir akan kegagalan. Tapi belajarlah ke depan. Karena di sana ada tantangan.

Kita tahu harus berjalan. Karna waktu kan selalu dilewatkan. Dengan pekerjaan-pekerjaan. Yang tidak untuk membebankan. Maka ringankan. Lepaskanlah pikiran. Di sini saling menguatkan.

Kita perlu tahu kebebasan. Namun tidak lupa aturan. Kita perlu melawan. Untuk hati yang kegelisahan. Dan penuh keraguan.

Buatlah masa depan. Secerah harapan.

Kamis, 16 Desember 2010

Kapan Bangkit?

Aku bertahan hingga saat ini, bisa jadi karena aku siap memberikan energi besar di sini.

Aku bertahan hingga saat ini, karena aku berani melihat dan menatap luas, apa yang ada di depan sana.

Namun aku masih bertahan hingga saat ini, bisa jadi hanya karena rasa tanggung jawabku yang dahulu telah memilih. Mungkin hampir-hampir tak tersisa aliran cakra yang terpusat ke lubuk sanubari. Kekosongan jiwa, kelesuan badan, kelemahan pikiran, gejala itu bermunculan. Haruskah kembali ke belakang?

Tidak untuk memulai mundur. Melainkan untuk merencanakan maju kembali. Mencari celah untuk bangkit. Menapakkan kaki ke pijakan yang kuat, untuk melompat lebih tepat dan cepat. Apakah sendiri? Melangkahlah bersama. Kebersamaan untuk membangun bersama. Bersatu untuk menyatukan hati yang satu. Menata untuk kehidupan yang nyata.

Rabu, 01 Desember 2010

Masalah

Menjadi sebuah konsekuensi sebagai makhluk pembawa amanah. Sejak dilahirkan sampai maut menjemputnya. Atau bahkan hakikatnya adalah jauh sebelum raga kita dibentuk di dalam rahim. Itulah kita, sobat. Maka tidakkah kita merasa aneh jika masih terlalu banyak berpikir untuk terhindar dari masalah? Amanah itu identik dengan masalah.

Rabu, 24 November 2010

Malam.

Malam..

Bagi sebagian..

untuk tidur dihabiskan..



Bagi sebagian..

untuk bergadang direlakan..



Bagi sebagian..

untuk acara tayangan..



..



Tetapi,

Bagi sebagian..

tidak untuk dihabiskan..

melainkan..

sepertiganya disisakan..

untuk tangan ditengadahkan..

untuk doa dipanjatkan..

untuk air mata diteteskan..

untuk gemetar dirasakan..

untuk tawa disimpan..

untuk diri disidangkan..

untuk hati dikuatkan..

untuk pikiran dijernihkan..

untuk didekatkan..

di dalam dekapan..

Sang Pencipta insan..

Sabtu, 13 November 2010

Merekalah Para Pahlawan Indonesia


Anda kenal dengan lebah? Sebagai salah satu spesies yang ada dan bertebaran di muka bumi, lebah telah lama dikenal sebagai hewan yang memiliki karakteristik yang unik. Beberapa di antaranya yaitu mengapa lebah membuat madu melebihi jumlah yang mereka perlukan? Lalu mengapa sarang yang mereka buat berbentuk heksagonal? Kemudian pernahkah Anda melihat lebah terbang sendirian? Di sini titik tekan yang akan dibahas terkait dengan judul di atas. Pantas kita ketahui bahwa lebah merupakan hewan yang mampu menggunakan prinsip sosial bermasyarakat dengan sempurna. Serangga bertubuh mungil dan berukuran 1-2 cm ini menggunakan konsep komunikasi dengan efektif. Berikut dapat Anda perhatikan.

Guna menghasilkan setengah kilogram madu mereka membutuhkan sekitar empat juta kuntum bunga untuk dikunjungi. Coba Anda bandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang begitu kecil! Pekerjaan berat ini mereka laksanakan secara cerdas. Lebah membentuk beberapa koloni. Koloni lebah berpencar untuk mencari sumber bunga. Mereka membagi diri untuk penugasan secara berkelompok-kelompok, ada yang sebagai lebah pencari sumber bunga dan ada yang sebagai lebah pemandu. Saat seekor lebah pencari menemukan sumber bunga, ia memberikan sinyal kepada lebah lain. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa mereka sinyal tersebut diungkapkan dengan “menari”. Setelah itu, lebah pemandu dapat mengetahui dengan tepat arah dan jarak sumber bunga tersebut dan menjadi pemandu bagi rekan-rekannya. Perilaku yang cukup mengagumkan! Sikap mereka terorganisasi dengan detail.

Begitu juga dengan makhluk hidup yang bernama manusia. Kehidupan manusia, sadar atau tidak, patut meneladani apa yang telah lebah tunjukkan. Sesuatu yang telah diperlihatkan sebelumnya hanyalah sekelumit contoh kecil. Serangga kecil ini setidaknya mampu merefleksikan kepada kita bahwa solidaritas dalam bermasyarakat memerlukan unsur-unsur penting seperti komunikasi efektif maupun organisasi yang baik. Perilaku cerdas mampu mereka pertontonkan. Bahkan seharusnya kita malu karena lebah sendiri bahkan tidak memerlukan teknologi canggih. Mereka hanya menggunakan sebatang pohon untuk sarang, berbagai kuntum bunga sebagai bahan baku isi dalam sarang, dan cuaca serta musim yang mendukung. Kita tidak pula memungkiri betapa produktifnya peradaban lebah tersebut. Mereka membuat madu melebihi apa yang mereka sendiri butuhkan. Itulah ilham Tuhan untuk lebah kepada manusia yang memang juga mengkonsumsi madu.

Manusia tetaplah manusia, bukan lebah. Akan tetapi perilaku lebah menjadi suatu hal yang hakikatnya dapat manusia tiru. Bahkan teknologi canggih buatan manusia sendirilah yang menemukan keajaiban yang ada pada serangga mungil ini sebagai salah satu karya besar Sang Maha Pencipta. Serangga mungil dengan karya indahnya. Hal tersebut menandakan bahwa peradaban besar dapat bermula dari hal kecil seperti ini, bukan hanya terfokus dari majunya teknologi.

Bisa jadi Indonesia saat ini sedang membutuhkan itu. Sebuah soliditas masyarakat dalam peradaban besar guna menjadi bangsa yang besar. Masyarakat Indonesia tidak perlu malu untuk belajar dari serangga berukuran kecil ini. Perlu disadari bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis perpecahan. Banyak elemen masyarakat yang masih terlihat menggunakan sekat tebal sehingga cenderung lebih sensitif terhadap adanya perbedaan. Padahal lebah saja tidak pernah memandang darimana asal kawanan lebah itu. Lebah lebih mengutamakan produktivitas kerja sebagai buah dari kerjasama mereka. Begitu pula kita yang berada dalam satu bangsa ini. Tidak bosankah kita yang terlalu sibuk mengutak-atik perbedaan yang ada sehingga terlihat menjadi lebih besar? Tidak gelapkah mata kita terhalang olehnya?

Sudah saatnya bangsa ini lebih paham dan sadar makna dari persatuan yang diusung sejak zaman perlawanan terhadap penjajah. Para pahlawan terdahulu telah membuktikannya. Mereka bekerja bukan untuk diri pribadi ataupun golongan. Maka selayaknya kita mampu memaknai bahwa saat ini kita seharusnya sedang membangun sebuah tim impian untuk Indonesia. Tim yang dibangun dengan proses kerjasama apik menuju masyarakat yang solid. Tim yang juga memiliki keyakinan dan visi tajam dalam melukis gambaran masyarakat yang ideal. Jika mampu tercipta, tim inilah pahlawan-pahlawan Indonesia yang sesungguhnya.

Rabu, 10 November 2010

Dua Mata, Satu Hati

Bertatap di depan kaca. Melihat sesosok yang kurang sempurna. Sempurna, bukan polos tidak ada noda. Sempurna, dalam prosesnya. Namun, tidak jarang yang berpikir, "Saya sudah lengkap!". Merasa lebih besar layaknya berkaca pada cermin yang cekung. Melihat sesosok bayangan yang lebih besar. Sayang, pandangan nya terkelabui.

Orang besar tidak mau mengatakan apapun tentang dirinya. Mereka hanya ingin memikirkan apa yang dapat mereka berikan. Dirinya dilihat bukan dengan mata yang ada di kepala. Oleh karna nya, hati-hati dalam melihat diri. Bisa jadi saat kita merasa besar, hati kita sedang membengkak sehingga menghalangi apa yang dilihat oleh hati. Memang, hati hanya ada satu. Lebih sedikit dari jumlah mata kita. Namun pandangan nya mungkin lebih luas dari mata. Tetapi, perlu diwaspai bahwa ia dapat lebih jernih memandang jika ia terus dibersihkan.

Maka, ada suatu ungkapan, "Jika tidak ada orang yang dapat memberikan nasihat kepada kita, mintalah pada hatimu."

Selasa, 26 Oktober 2010

Don't Judge!

Bukan berarti alay. Bukan juga lebay.

Ini cuma bentuk ekspresi. Atas pikiran yang bersirkulasi. Dalam diri.

Takkan berhenti bicara. Sampai waktunya kan tiba.

Takkan berhenti gelisah. Sampai semua merasa resah.

Sampai menguak sebuah mahakarya. Untuk kebaikan alam raya.

Ingat-ingat

Bisa jadi, kita merasa sangat dekat dengan-Nya hanya jika kita sedang berada dalam kondisi "menantang" maut. Karena diakui atau tidak, kondisi itulah yang semakin mengeratkan. Ada yang merasa seperti itu? Bila ya, mungkin itu adalah salah satu momentum spiritual keimanan kita. Maka wajar jika kematian itu adalah sebaik-baiknya pengingat.

Sabtu, 16 Oktober 2010

Ada yang Sama

Seorang tokoh mengatakan, "Negara ini akan besar bukan karna darah satu orang..bukan pula air mata satu orang..bukan dengan ide satu orang..melainkan dari satu tim, yang kita sebut tim impian!"

Rasanya terpacu semangat. Seringkali kita melihat perbedaan adalah sekat tebal yang kaku. Memisahkan dua dunia. Padahal bisa jadi itu hanyalah sekat tipis yang bahkan akan terkoyak hanya dengan sebuah tiupan. Oleh karna nya, saya (pun) menghargai perbedaan. Karna menjadi bagian dari sebuah tim impian adalah sebuah impian. Tim yang dirangkai bukan dari satu jenis yang homogen. Itulah warna indah yang melekat. Sebuah harmonisasi yang akan menunjukkan bahwa itulah buah dari kesamaan tanpa melihat ada yang berbeda di sana.

Senin, 11 Oktober 2010

"Akar dari Pendidikan itu Memang Pahit. Namun Buah itu Manis.."

"Akar dari pendidikan itu memang pahit. Namun buah itu manis.."

Sebuah konsekuensi dari sebuah proses besar. Terkadang akhir yang besar tertutup oleh beratnya perjalanan. Tidak jarang sang perantau berbalik arah ke kampung halamannya karna takut tidak dapat bertahan di kota. Bahkan bisa jadi mereka pun belum sampai di kota. Mereka memilih membesarkan masalah yang ada di hadapannya.

Mungkin kita dapat berkaca kepada para pemudik lebaran. Coba kita lihat, setiap tahunnya pemudik selalu bertambah. Padahal bapak-bapak polisi kita selalu mengungkapkan data jumlah korban tewas saat mudik yang mencapai ratusan orang setiap tahunnya pula. Mereka kapok mudik? Ternyata tidak. Mereka memilih membesarkan rasa bahagia bertemu dengan sanak keluarga. Ada buah yang manis di ujung perjalanan mereka.

Sabtu, 02 Oktober 2010

Ikan

Mari belajar dari ikan salmon. Tidak ada yang menyangkal bahwa ikan salmon merupakan ikan "eksklusif" dengan harga jualnya yang relatif tinggi. Tidak pula ada yang menyangkal bahwa gizi yang dikandung dalam ikan salmon cukup mengagumkan. Layaklah mereka di anugrahi sebagai ikan yang super.

Nah, coba kita lihat dalam proses kehidupan mereka. Mereka lahir dan bertumbuh besar pada lautan yang luas. Bahkan samudra. Namun ada yang unik. Saat mereka menginjak usia matang, mereka akan berenang menuju hulu dari sungai. Ya, mereka melawan 2 rintangan terbesar dalam perjalanannya. Pertama, mereka melawan arus air dari sungai. Kedua, gaya loncatan mereka melewati arus menjadi momentum tersendiri bagi "beruang pemakan salmon" untuk mengisi perut mereka. Apakah mereka semua merasa kapok? Tidak. Hanya yang bertahan yang akan sampai ke tujuan. Apa tujuan ikan salmon? Melahirkan generasi salmon selanjutnya.

Oleh karna nya, ikan salmon memang patut dianggap sebagai ikan berkualitas. Apakah Anda dapat menangkap pelajaran dari mereka?

Sabtu, 18 September 2010

Terbalik

Jika kita pernah merasa senang, maka sebenarnya kita pernah merasa apa itu kesedihan.
Jika kita pernah merasa hebat, maka sebenarnya kita pun pernah merasa lemah.
Jika kita pernah merasa kaya, maka sebenarnya kita juga tahu bagaimana rasanya tidak memiliki apapun.

Maka, bersyukurlah hidup kita tidak penuh dengan apa yang kita sebut senang, hebat, mau...

Rabu, 08 September 2010

Bagaimana Proses Akhir Kehidupan Manusia?

Tajuk di atas bukanlah sesuatu yang asing didengar oleh kita. Dalam berbagai kajian keilmuan telah menghasilkan berbagai definisi pula tentang bagaimana proses akhir kehidupan manusia, atau yang sering kita sebut kematian, khususnya bila ditinjau dari segi ilmu kedokteran terkini. Hal yang berbeda di sini adalah pembahasannya yang mengkombinasikan antara ilmu kedokteran modern dengan ilmu syariat islam. Pembahasan ini mengambil peran dokter sebagai orang yang paling kompeten dalam melihat proses kehidupan hingga kematian seseorang secara ilmiah dan badaniyah dengan menyandingkan peran para ulama syariat dalam menentukan dasar-dasar, batas-batas, dan syarat-syarat umum yang dapat dilakukan oleh seorang muslim dokter di dalam menjalankan profesinya. Latar belakang yang paling mendasari kajian dengan tema semacam ini adalah adanya hukum yang berkenaan dengan masalah kematian seseorang baik sebelum maupun sesudahnya.

Tidak dapat dipungkiri, pembahasan tentang batas akhir kehidupan manusia terlihat lebih sulit dibandingkan dengan batas awal kehidupan manusia dikarenakan nash dari Al Quran dan hadits yang tidak sejelas saat menjelaskan mengenai landasan ilmu awal sebuah kehidupan. Sudah kita ketahui bahwa proses awal pembentukan manusia itu dengan gamblang Allah SWT jelaskan dalam Al Quran (Al Hajj : 5) dan Rasul jelaskan pula dalam sabda beliau, “Sesungguhnya kejadian seseorang itu dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari. Setelah genap empat puluh hari kedua terbentuklah segumpal darah beku. Manakala genap empat puluh hari ketiga berubahlah menjadi segumpal daging. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk meniupkan roh serta memerintahkan supaya menulis empat perkara, yaitu ditentukan rezeki, waktu kematian, amalnya dan nasib baiknya atau buruknya.” (Al Hadits Ibnu Ma’sud). Berbeda halnya dengan proses akhir kehidupan seorang manusia yang tidak memiliki nash yang jelas dan langsung sehingga nash yang digunakan banyak diambil dari proses awal kehidupan manusia itu sendiri.

Acuan Pembahasan

Dasar pembahasan dan gambaran peran ulama sebagai ilmu dasar pembahasan ke depan diadopsi dari referensi buku “Fiqih Kedokteran” karya Dr. M. Nu’aim Yasin. Acuan yang digunakan ada dua, pertama adalah bahwa akhir kehidupan manusia adalah kebalikan dari awal hidupnya yang tersirat adanya keterkaitan antara roh dan jasad di sana sehingga kita sepakat bahwa akhir hidup adalah perpisahan antara roh dan jasad. Acuan kedua adalah bahwa roh merupakan makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT yang memungkinkan bagi manusia untuk membahas ciri-ciri, sifat-sifat, aktivitas, pengaruhnya terhadap jasad, perannya dalam jasad, waktu bertemu dan waktu berpisahnya dengan jasad. Dalam acuan yang kedua, tidak dapat dipungkiri ada sedikit pertentangan dari beberapa kalangan yang mendasarkan surat Al Isro ayat 85, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS 17 : 85), sebagai alasan untuk tidak membahas masalah yang berkenaan dengan roh. Namun, di sini kita mengambil jalur pertengahan yaitu membahas roh bukan dari hakikat dzat-nya melainkan dari aspek selain itu sebab sebagian ulama sepakat dengan mendasari bahwa Rasulullah SAW juga telah banyak menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan roh seperti awal pertemuannya dengan jasad, kelembutannya, perkenalannya, dan sebagainya. Acuan yang digunakan tersebut memungkinkan kita untuk membahas tentang tema yang telah ditawarkan di atas.

Pembahasan akan dimulai dari peran yang dilakukan para ulama syariat dalam menggambarkan roh dan hubungannya dengan jasad, serta makna hidup dan mati.

Peran Ulama Syariat

Beberapa ulama banyak menjelaskan hubungan antara roh dan badan manusia. Berikut kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan ijtihad mereka.
• Menurut pandangan mereka bahwa manusia terdiri dari jasad dan roh, dan tidak disebut manusia jika hanya memiliki salah satu unsur saja tanpa yang lainnya.
• Bahwa jasad adalah tempatnya roh di dunia ini selama masa hidup tertentu bagi manusia.
• Bahwa ilmu, pengetahuan, perasaan, dan pilihan adalah di antara tugas roh yang paling penting.
• Bahwa tugas jasad dengan segala anggotanya adalah mengabdi kepada roh dan menjalankan perintahnya dan tidak ada tugas lain baginya dalam kehidupan ini.
• Bahwa tugas-tugas roh bisa dijalankan melalui perantara jasad di satu sisi, dan di sisi lain dapat pula dijalankan tanpa perantaranya.
• Jasad manusia tidak bisa menjalankan aktivitas pilihan di dunia ini tanpa perintah dari roh. Dan segala sesuatu yang bersumber dari roh berasal dari dari ketetapan Allah SWT.
• Kematian artinya perpisahan antara roh dengan jasad dan itu terjadi pada manusia manakala jasad tidak mampu menjalankan perintah roh.
• Adanya rasa, pengetahuan, ataupun tindakan pemilihan sekecil apapun menunjukkan adanya roh di dalam jasad. Dan dengan tidak adanya tanda-tanda tersebut sama sekali menunjukkan roh yang sudah terpisah dengan jasad.
• Adanya gerakan refleks saja tidak ada maknanya dan hanya seperti kehidupan hewani yang tidak mempunyai roh.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peran terbesar ulama adalah dalam menentukan suatu dzat yang tidak menjadi medan bahasan bagi ahli kedokteran, yaitu ruh. Sebuah makhluk yang ternyata menjadi pusat pimpinan dalam tubuh manusia menurut para ulama. Jasad tidak berkehendak melainkan ruh yang mengendalikan. Maka bila ruh itu telah terpisah dari jasad, dapat kita sebut manusia itu telah mati.
Namun tidak ada salahnya jika kita melihat dan membandingkannya dengan meninjau kajian tersebut dari sisi kedokteran modern.

Peran Para Ahli Kedokteran

Jasad manusia yang terlihat dan tampak secara wujud, atau yang biasa kita sebut tubuh manusia, merupakan medan bahasan para ahli kedokteran mulai dari konsep secara biomolekuler sampai ke dalam system organ yang saling berkorelasi satu sama lain. Kajian ini tidak ada tujuan lain kecuali agar tubuh manusia dapat tetap sehat sehingga dapat berfungsi normal sebagaimana mestinya. Bisa jadi, inilah salah satu yang membuat peran seorang dokter itu mulia.

Di antara kajian secara ilmiah dalam bidang kedokteran, ada suatu organ yang ternyata memiliki karakteristik sebagai pusat pimpinan penggerak dari tubuh manusia. Organ tersebut adalah otak. Selain sebagai pusat pengendali organ-organ motorik untuk berfungsi dan organ-organ sensori untuk menerima rangsangan dari lingkungan, otak juga memiliki beberapa struktur yang berfungsi dalam pengolahan informasi, penyimpanan memori, serta emosi. Ditemukan pula bahwa rasa takut, cemas, bahagia, senang, marah, itu juga merupakan hasil dari aktivitas otak. Tingkat kesadaran seseorang hingga pengaturan aktivitas pernapasan juga diatur oleh otak. Maka wajar jika otak ini sakit ataupun rusak, maka dapat menyebabkan fungsi tubuh yang lain juga terganggu atau bahkan dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itulah, kematian bagi profesi dokter adalah kematian otak, atau kematian batang otak yang dibuktikan dengan tidak adanya respon otak terhadap lingkungan seperti refleks pupil.
Jadi, peran para ahli kedokteran bagi kajian ini adalah mendefinisikan dan menentukan segala hal yang berkenaan tentang jasad, yang telah disebutkan pula pada kajian para ulama. Hal ini tentunya dikaitkan dengan masalah menentukan telah mati atau belumnya seorang manusia yang menjadi pertanyaan utama dari tema di atas.

Kombinasi Antara Kajian Ulama dan Kajian Kedokteran

Sepintas, bagi pembahas yang tergesa-gesa akan melihat hal di atas sebagai kedua hal yang bertentangan. Bagi para ulama, roh sebagai pusat kehidupan manusia. Sedangkan bagi ahli kedokteran, otak menjadi pusatnya. Sehingga dalam menentukan akhir kehidupan manusia, wajar jika manusia memilih untuk melihatnya dari yang berwujud dan terlihat. Ini merupakan pandangan yang materialistis. Melihat berbagai hal dalam pandangan yang berbentuk materi sebagai akhir dan pusatnya.

Dalam kajian ini, marilah kita melihat dari pribadi serta prinsip-prinsip keislaman kita. Ada satu konsep yang penting di sini bahwa tidak ada suatu yang abstrak yang dihasilkan dari sesuatu yang bersifat materi. Perasaan marah, benci, senang, kesemuanya adalah hasil yang bersifat abstrak. Sedangkan otak adalah suatu hal yang bersifat materi. Maka logisnya tidak mungkin dzat yang bernama “perasaan” itu merupakan hasil dari aktivitas otak, sebab sampai saat ini pun para ahli kedokteran hanya dapat melihat perubahan aktivitas otak (neurotranstmitter) akibat dari berubahnya perasaan itu sendiri. Tidak ada yang dapat mendefinisikan secara jelas dan nyata tentang sesuatu yang bernama “perasaan”. Hal itu sebenarnya membuktikan bahwa sesungguhnya roh itu ada. Namun ia tidak dapat diukur, sebab Allah SWT tidak menganugrahkan manusia pengetahuan tentang hakikat roh itu sendiri.

Maka logis jika hasil pemaduan di antara keduanya adalah bahwa otak adalah perantara bagi roh untuk mengatur segala aktivitas dari jasad. Rohlah yang mengetahui berbagai macam pengetahuan sehingga membutuhkan otak sebagai perantara untuk belajar dan menangkap berbagai informasi. Rohlah yang mengatur segala gerakan jasad yang berkehendak sehingga otak pula yang menjadi perantara agar organ-organ tubuh yang lain dapat bergerak sesuai dengan fungsinya. Hingga sampai kepada kesimpulan bahwa bila otak tersebut rusak dan mati maka roh tidak mampu membuat perintah kepada otak sehingga roh akan diambil dari jasad oleh malaikat maut, yang bahasan ini bukanlah area untuk dibahas di sini. Aktivitas otak yang mati itulah yang dijadikan para ahli kedokteran dalam menentukan waktu serta tanda-tanda kematian seseorang. Hingga saat itulah batas akhir kehidupan manusia dapat didefinisikan.

Proses yang dibahas di atas bukanlah sesuatu yang mutlak. Hal ini disebabkan prasangka-prasangka yang dominan dalam mendefinisikan temuan tersebut. Kajian ini pun tidak dapat secara detail menjelaskan bagaimana menentukan kematian seseorang hingga teknisnya. Namun setidaknya, kode etik (akhlak) dapat diberlakukan secara legal di sini dengan melihat hasil dari kajian tersebut sebab proses kematian seseorang bukanlah sesuatu yang hanya menyangkut matinya materi (otak) melainkan juga hilangnya materi abstrak (roh) yang hakikatnya adalah ciptaan Allah SWT. Wallahua’lam.

Senin, 23 Agustus 2010

Tinggal Sedikit Lagi. Insya Allah.

Lama. Bukanlah waktu yang singkat. 3 tahun saya telah "membeli" waktu untuk belajar dalam salah satu cabang kecil dari kehidupan saya, kehidupan kampus. Sejak dari awal yang tidak mengira akan hidup dalam kondisi dan suasana yang seperti ini, sampai saat ini yang juga masih tidak mengira masih seberuntung hari ini. Ya, hari ini saya masih diberikan hidup. Hidupnya pun tidak dalam kekurangan. Tidak pula dalam keadaan sakit-sakitan hingga tidak mampu bangun dan bergerak. Bahkan masih dapat kuliah dan melanjutkan kehidupannya di sana. Maka sungguh apatah hal yang sanggup saya bayar untuk pemberian itu semua?

Satu-persatu saya melihat saudara kandung yang lebih tua dari saya berpakaian rapi, semua serba hitam dengan topi lebar yang melekat di kepalanya. Satu-persatu, mereka menerima ucapan selamat dari rekan-rekannya maupun guru-gurunya. Upacara wisuda pun terkadang menjadi puncak kebahagiaan orang tua saat beliau melihat anaknya berdiri di depan. Bahagia karena tidak semua orang tua mampu memberikan hal yang sama kepada anaknya. Bahagia pula karena anaknya pun mampu menjawab setidaknya sedikit kekhawatiran sang orang tua akan masa depan anaknya yang dibangga-banggakannya itu. Maka wajar jika hal ini melekat di benak saya saat ini. Ya, suatu saat saya juga ingin berada dalam posisi sang anak yang mampu menunjukkan baktinya, setidaknya dengan seperti yang telah diceritakan di atas.

Sekarang, insya Allah "hanya" tinggal setahun lagi saya kan menuju ke sana. Melihat ke belakang kembali bukanlah sesuatu yang bijak. Karna sungguh, ada cita-cita yang ingin saya kejar. Setidaknya dalam waktu yang dekat ini, maupun dalam kurun waktu yang jauh ke depan. Sudah terbayang. Tergambar. Tinggal prosesnya lah yang harus ditekuni. Daya berdaya yang dipertajam. Kesabaran yang diasah. Ya Rabb, semoga Engkau ridho.

Sabtu, 21 Agustus 2010

Berkorban, Bukan Menjadi Korban.


Pengorbanan. Menilik ke dalam beberapa pengalaman yang klasik. Pernahkah kita menyisihkan sebagian uang kita untuk memberikan satu bungkus saja makanan berbuka puasa untuk orang lain? Namun saat kita diajak untuk ikut acara buka bareng, belasan bahkan puluhan ribu kita keluarkan. Tidak. Ada yang lebih sederhana. Pernahkah kita memindahkan puntung rokok (masih hidup) yang dibuang di tengah jalan ke tempat yang semestinya? Padahal melihat teman yang merokok saja kita masih enggan untuk berkata "tidak suka asap rokok!".

Rasulullah pernah bersabda bahwasanya memindahkan duri di jalan saja merupakan selemah-lemahnya iman. Coba kita bayangkan bila hal yang di atas kita masih enggan. Kasihan iman kita. Ia renta, hanya sekedar di mulut saja. Kosong. Bila begitu, entah kata-kata apa yang harus dirangkai untuk mendorong diri kita sendiri untuk menghadiahi waktu ini dengan membaca Al-Quran.

Sahabat. Kita semua tahu bahwa pengorbanan itu bukanlah sesuatu yang sederhana dalam perlakuannya. Masih butuh komponen dasar di dalamnya. Tanggung jawab, keberanian, kesabaran. Setidaknya itu yang dibutuhkan. Karna itu ada satu hal yang harus dipegang. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri. Ulama saja mengistilahkan dengan, "manusia kerdil". Apakah yang disebut pahlawan itu adalah kumpulan manusia-manusia berjiwa kerdil?

(Self-Evaluating..)

Kemilau Diri


Kemilau. Suatu istilah yang akarnya dari silau, menyilaukan. Bersinar terang. Banyak orang yang ingin menjadi orang yang paling terang, paling bersinar, paling memesona. Itu fitrah diri. Menjadi idola, tokoh yang disegani. Itu bagian dari kemilaunya.


Hanya saja, banyak yang belum sadar bahwa lilin itu juga terang. Itu bersinar. Namun ternyata ia juga tidak sekedar silau. Karna ia menerangi. Ya, kemilaunya menerangi yang lain. Walapun ironisnya sang lilin pun akan menjemput waktu akhir kemilaunya, tetapi siapa yang menyangkal bahwa lama nya ia hidup menjadi sesuatu yang sangat diharap-harapkan.


Belajarlah dari sana. Kita, manusia, pasti ada potensi di dalam diri. Setidaknya ada 3 potensi di sana. Tak salah jika kita mampu mengeluarkan segenap potensi yang ada. Agar kita semakin berkilau mantap dan sempurna. Namun waktu kita bukan untuk dihabiskan untuk itu. Karna sang lilin pun tahu, tugas ia bukan sekedar nyala nya api di mahkotanya melainkan jua untuk apa api itu dapat ia gunakan agar bermanfaat bagi sekitarnya. Sang lilin hidup bukan untuk dirinya sendiri.

Senin, 16 Agustus 2010

Merdeka!

Kemerdekaan. Makna nya luas. Sangat luas sebenarnya. Maka wajar jika banyak hal yang dapat ditarik dari kata itu. Secara konotatif ataupun denotatif. Secara gamblang, maupun tersirat. Hanya saja, masih terasa bingung. Kemerdekaan ini masih sering diinterpretasikan, "kebebasan seluas-luasnya". Lucu. Padahal tubuh kita saja butuh aturan untuk hidup normal. Regulasi gen yang ada di tiap sel, bila tidak ada aturan maka bisa berkembang menjadi keganasan. Sel-sel imun, bila tidak aturan yang jelas, bisa menjadi penyakit autoimmune. Aliran darah, bila tidak ada autoregulasi tekanan di otak, bisa berkembang menjadi stroke. Jelas. Bebas itu bukan tanpa aturan. Bebas itu berbatas aturan. Dari siapa aturan itu? Kita semua sudah seharusnya bisa menjawab itu. Bila sulit, tanyakan pada hati kecil kita.

Ada sisi lain yang bisa ditarik pula dari kata kemerdekaan. Sering terdengar teriakan "merdeka!" karna merasa kita belum merdeka. Kita merasa masih terjajah. Wajar. Itu semangat bergejolak. Hanya saja satu hal yang mungkin harus diperhatikan. Merdeka itu bukan sekadar pemberian! Tidak akan ada perubahan yang lebih baik itu terjadi tanpa kita sendiri yang melakukannya. Kita tidak bisa terus-menerus mengharapkan mukjizat terjadi tanpa ada usaha lebih. Ya, usaha lebih. Berdasarkan rumus fisika saja, usaha itu harus ada perpindahan. Itu berarti ada yang bergerak di sana.

Semua yang tertulis di atas hanyalah sekelumit alur yang ada di otak saya saat ini. Mampu kah hal itu terintegrasi menjadi bagian dari amal saya? Bismillah..

Senin, 21 Juni 2010

Putus nyambung? Nyambung terus kok..


Bismillah..

Pernahkah Anda melihat ada dua orang sahabat muslim yang sangat akrab, bahkan tidak bertemu itu rasanya seperti kehilangan sesuatu yang sangat dicari-cari? Saat salah satu di antara nya dihina, seorang lainnya terdepan membelanya. Bila ia terusik dan dizholimi, sahabatnya lah yang pertama bergerak melindungi. Namun ternyata, bisa jadi dalam suatu kondisi (yang tiba-tiba maupun tidak) mereka menjadi saling berjauhan dan memusuhi satu sama lainnya layaknya cahaya dan kegelapan yang saling meniadai? Bertolak belakang dengan apa yang mereka alami sebelumnya. Ada apakah di sana? Ada "duri" di antara mereka.



Sungguh, persaudaraan di antara muslim itu adalah anugrah nikmat yang sangat besar. Ini ditegaskan oleh Allah SWT bahwa walaupun kita membelanjakan semua kekayaan yang ada di bumi niscaya kita takkan mampu mempersatukan hati-hati umat muslim yang ada di setiap sudut dunia ini. Hanya karna nikmat Allah SWT lah, saya, Anda, teman-teman muslim Anda semua menjadi bersaudara. Maka wajar jika sebanyak 30-an kali kita di tegur oleh Allah SWT dalam pendustaan manusia terhadap berbagai nikmat-Nya.

Sayangnya, sering kita lupa mensyukuri nikmat persaudaraan ini. jika saat ini kita melihat banyak perpecahan dan kesenggangan yang terjadi di antara umat muslim, pastilah itu karna ulah manusia itu sendiri. Merekalah yang menebar "duri-duri" ini. Sengaja maupun tidak.

Salah satu duri terbanyak yang memliki proporsi besar di dalamnya adalah ketidaksantunan dalam berbicara. Rasulullah SAW telah mengingatkan kita bahwa keselamatan seseorang terletak dalam menjaga lidahnya. Benar bahwa lisan ini memang dibentuk oleh organ panca indra manusia yang bentuk dan ukurannya relatif kecil, namun Anda semua pasti sadar bahwa efeknya tidak sekecil itu. Ingatkah wasiat Lukman dalam didikan anaknya untuk melunakkan suara dalam berbicara? Dan bukankah Rasulullah juga telah mengingatkan bahwa tidak ada kaum yang sesat setelah mendapat petunjuk dari-Nya kecuali karena mereka suka saling berbantah-bantahan? Atau lupakah manusia bahwa sikap sombong bisa meregangkan yang dekat menjadi berbalik arah?

Sudah cukup banyak kesantunan yang islam memang ajarkan -Maha Suci Allah yang meneguhkan kita disini-, khususnya dalam berbicara. Maka layak bahwa umat muslim sesungguhnya adalah umat yang terbaik. Mulai dari sekarang, saatnya kita yang membuktikan itu, pembuktian bahwa persaudaraan ini bukanlah ikatan yang mudah diurai. Bisa jadi, itulah mengapa saudara-saudara saya sering menyebut, "Berukhuwwah Menjawab Tantangan!"

Jumat, 11 Juni 2010

Siapkah Anda?

Bismillah..

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat, bagi diri maupun orang lain.."

Sebuah prinsip yang ingin rasanya selalu kami pegang. Selama raga ini masih bisa bergerak, selama jiwa ini masih mampu melampaui raga itu sendiri, selama akal masih dapat berputar jernih, dan selama keikhlasan masih tertancap dalam sanubari..Hanya ingin memberikan manfaat sebesar-besarnya..seluas-luasnya..dan semampu tangan ini menggenggam dunia. Insya Allah.

"Ya Rabb, jika saat ini aku diberi kesempatan untuk itu, lepaskan aku dari kelalaian ini.."

Maka, jika saat ini saya di amanahkan untuk menjadi seorang pemimpin di antara para pemimpin (setidaknya bagi dirinya sendiri), maka itu cuma atas izin-Nya. Suatu kesempatan yang memang bukan untuk saya buang. Namun, dengan kata lain, Allah telah mengizinkan pemimpin-pemimpin itu untuk membuang permasalahannya kepada saya. Diminta ataupun tidak. Suatu konsekuensi logis. Rugikah? Jika iya, maka saya telah lupa bahwa Allah maha mengetahui kadar tulus seseorang dalam setiap amalnya. Malu lah saya kepada Dia jika semua aktivitas saya berikan untuk yang lain, padahal setiap satuan energi itu adalah karunia-Nya.

Teringat, saat ini amanah telah tertumpuk di pundak. Ladang pahala sedang tertanam, dengan tidak melupakan telur-telur dosa yang ada di ujung tanduk. Tinggal sedangkal apa kesombongan yang ingin di keringkan dan sedalam apa tekad yang ingin di tenggelamkan sampai ke dasar.

Dalam kuatnya ikatan persaudaraan, saatnya untuk bergerak! Bukan, bukan untuk sekedar eksistensi barisan ini, melainkan untuk kebermanfaatan yang besar dalam bingkai kehangatan ukhuwah! Nyalakan semangatmu, sahabat! Berukhuwah menjawab tantangan!

Selasa, 01 Juni 2010

"Emangnya gw pikirin? Yaiyalah!"


Bebaskan Palestina! Selamatkan Negeri Palestina! Mari satukan hati dan doa untuk kemenangan Palestina! Selamatkan saudara-saudara kami di Palestina!..

Segolongan mungkin akan bergetar saat didengungkan seruan seperti ini. Hati bergejolak terasa bagai mengalir dari dalam jiwa yang besar dan tulus. Semangat mengembara seakan getarannya sampai ke negeri seberang. Namun di sisi lain, tak jarang yang memberikan persepsinya yang berbeda. Ada yang bilang, "Saya malas euy bicarain tentang Palestina terus..", "Negeri sendiri aja belum keurus, malah ngurusin negara lain..", atau bahkan, "Palestina mah bukan urusan orang Indonesia..".

Ini memperlihatkan ada dua reaksi yang berbeda yang muncul saat kebanyakan orang membahas tentang negeri Palestina. Ada yang peduli, yang lain acuh tak acuh. Padahal, bisa jadi mereka memiliki keyakinan yang sama. Ada yang salah di sana? Ada. Pemahaman.

Dalam ilmu akidah, konsep Al Wala' Wal Bara' sudah cukup menjelaskan tentang itu: Mengapa Rasulullah SAW memisahkan hakikat manusia ke dalam 2 golongan, golongan Allah dan golongan Syetan? Mengapa seorang muslim wajib melindungi muslim lainnya? Lalu mengapa seorang muslim wajib memerangi segala bentuk kekufuran, kefasikan, dan kedurhakaan? Dan kepada siapakah pertolongan akan Allah berikan?

Maka jelas, pemahaman akan itu masih terasa kurang di antara kita. Ada yang cukup paham, ada yang setengah-setengah, bahkan ada yang belum pernah mendengar konsep akidah semacam ini. Ironis memang! Permasalahan bahkan akan muncul saat yang tahu tidak mengajarkan, yang setengah-setengah malah menjadi bingung, dan yang tidak tahu malah ikut-ikutan memerangi saudaranya sendiri secara tidak langsung. Timbulah kesenggangan, lalu pecah. Sadarkah Anda bahwa itu yang "mereka" inginkan?

Anda pasti paham apa maksud dari tulisan ini. Karna itu, belajarlah dari sekarang!

Selasa, 25 Mei 2010

Lapangkanlah hatimu, sahabat!


Tahukah kamu ada gambar yang tersembunyi di sini?

Suatu saat ada seorang pemuda, datang kepada seorang kakek. Ia menceritakan segala keluhan dan masalahnya kepada kakek tersebut. Sesaat setelah pemuda itu selesai mengeluh, kakek ini meminta sang pemuda untuk menyiapkan segelas air minum. Lalu air tersebut dibubuhi garam, lalu di aduk. Setelah itu, dimintalah pemuda itu untuk meminumnya. Jelas, air itu akan terasa sangat asin. Terlihat dari mimik mukanya yang berubah setelah meminumnya. Sang kakek pun tersenyum.

Setelah nya, dibawalah pemuda ini ke sebuah danau yang jernih lagi bersih airnya. Sang kakek melakukan hal yang hampir sama, disebarlah beberapa cuil garam ke danau dan di aduk-aduknya dengan setongkat kayu. Lalu pemuda itu diminta untuk meminum air danau yang telah diberi garam tadi. Bagaimakah rasanya? Ternyata air itu tidak terasa asin. Bahkan masih terasa segar, seperti tidak ada apapun yang mencampuri di sana.

Ada sebuah hikmah di sini. Coba kita ibaratkan bila garam itu masalah kita sendiri, sedangkan gelas dan danau itu adalah bentuk hati kita. Saat masalah itu kita timpalkan pada hati yang kecil dan sempit layaknya gelas yang digambarkan sebelumnya, maka seolah masalah sangat pahit dan terasa. Namun jika masalah itu diberikan kepada hati yang lapang dan luas, ia akan menjadi sesuatu hal yang tidak akan terasa sakitnya.

Logis jika mulai dari sekarang, mari sama-sama lapangkan hati ini seluas-luasnya. Karna bisa jadi masalah tidak seluas yang kau kira!

Sabtu, 22 Mei 2010

Pasto~Sahabat (lyric)

Hidup ini tak sempurna
Khayalan tak selalu nyata
Sahabat jangan pernah menyerah

*
Jangan berhenti berharap
Kita ini yang terkuat
Saatnya jadi peran utama

**
Aku bisa kaupun bisa
Meraih mimpi setinggi bintang berkilau
Bersama-Nya ku percaya
Kita ditakdirkan jadi yang terhebat

***
Marilah genggam tanganku
Berlari kita terpacu
Jangan pernah ada ragu
‘tuk jadi yang nomer satu

****
Rintangan paling berarti
Rasa takut dalam diri
Selama kita sehati
Mimpi kita takkan mati

Sahabat..

Masih kah mau kau terus bertahan..bersama disini, wahai sahabat?

Senin, 17 Mei 2010

Rokokmu, bahaya kita!


Sebuah kiasan yang mungkin tepat untuk para pecandu rokok, "Yang bakar uang rugi, yang kebagian asap nya juga rugi." Ironis memang. Rokok itu dibeli, namun merusak. Banyak pendekatan alasan ilmiah yang sebenarnya dapat diambil untuk merefleksikan hal tersebut. Pencerdasan ilmiah dalam bidang medis pun telah banyak memberikan bukti logis sebagai tema utama dalam upaya pencegahan konsumsi rokok dalam kehidupan masyarakat saat ini. Namun terkadang itu tidak cukup menggerakkan akal sehat manusia ini untuk mulai menjauhi rokok.

Rokok telah menjadi salah satu aktor utama sebagai faktor resiko dalam timbulnya bermacam-macam penyakit yang ada saat ini. Tercatat sebanyak 14 kali peningkatan resiko terkena kanker paru-paru, mulut, dan tenggorokan; 4x menderita kanker esophagus; 2x kanker kandung kemih; dan 2x serangan jantung akibat mengisap rokok ini. Belum lagi penyakit saluran pernapasan yang lain seperti COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease) yang bisa berakibat kelainan sulit bernapas maupun infeksi di sana. Penyakit kardiovaskuler yang akan timbul pun juga tidak kalah hebatnya seperti kelainan gagal jantung ataupun hipertensi yang bisa berakibat resiko fatal.

Berbagai macam mekanisme pathologis terjadi akibat menghisap asap rokok, baik untuk perokok aktif maupun pasif. Mekanisme bioselular yang terjadi salah satunya adalah perubahan bentuk sel-sel epitel di saluran pernapasan yang menjadi salah satu proses awal terbentuknya sel kanker. Bila ini terjadi pada saluran pernapasan bawah, akan merangsang sel-sel peradangan dan mengakibatkan terjadinya kerusakan kantong udara dan pembengkakan di sana, atau dalam istilah kedokterannya disebut emphysema. Penyempitan saluran akibat cairan mucus berlebih yang dirangsang oleh sel-sel peradangan tadi dapat pula menyebabkan munculnya gejala bunyi nafas seperti asma (wheezing). Dari sana, timbul berbagai macam komplikasi multiorgan dalam tubuh, seperti kelainan gagal jantung yang telah disebutkan di atas.

Atas dasar itu, maka merokok jelas membahayakan perokok itu sendiri, juga perokok lain di sekitarnya. Sayangnya, kaum yang tidak merokok ternyata lebih sensitive terhadap asap rokok, sehingga rokok lebih berbahaya kepada mereka karena reaksi tubuh yang ditimbulkan terhadap asap rokok juga lebih tinggi dampaknya terhadap kesehatan. Padahal, asap rokok yang ada bila dikonsumsi menghasilkan 4% asap yang memang perokok itu sendiri hisap, sisanya 96% keluar sebagai asap bebas yang memang lebih berbahaya karena terbakar pada suhu tinggi dan tanpa saringan sehingga lepas ke udara bebas. Sebagai tambahan bahwa asap yang keluar bebas tersebut lebih banyak mengandung zat-zat yang berbahaya. Maka tidak salah jika paradigma yang ada selama ini bahwa perokok pasif akan lebih mengalami dampak buruk terhadap asap rokok bila dibandingkan perokok itu sendiri.

Lebih miris lagi bila kita bayangkan asap rokok itu sering terhisap oleh ibu-ibu yang sedang hamil. Jelas bahwa rokok membahayakan janin yang ada di dalam kandungan, sehingga resiko janin tersebut lahir dengan kecacatan lebih besar. Maka ibu-ibu hamil yang menjadi perokok pasif lah yang kita khawatirkan. Tidak ada satupun orang tua yang rela anaknya cacat akibat asap rokok yang ditimbulkan orang di sekitarnya. Ini menjadi catatan yang penting pula bagi para suami yang memang menjadi orang yang paling terdekat dalam lingkungan sang istri.

Mungkin tidak anda sadari bahwa jumlah perokok itu sebenarnya tidaklah sebanyak yang tidak merokok. Logis jika dikatakan bahwa lebih banyak orang yang memang tidak ingin merokok dibandingkan yang ingin. Jelas pula bahwa merokok itu hanyalah sebuah pilihan, sedang bernafas adalah kebutuhan. Maka bila pilihan itu berdampak buruk bagi kebutuhan itu sendiri, tidak sepatutnya sang pemilih tidak sadar bahwa mereka telah berbuat zholim. Secara sosial, pelaku jelas harus ada sangsi tegas atasnya, karena hak asasi orang-orang yang tidak merokok terlanggar. Bahkan inilah yang membuat WHO menetapkan Lingkungan Bebas Asap Rokok sebagai tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia yang diadakan setiap tanggal 31 Mei itu.

Selama ini masyarakat mungkin merasa aman bila diberlakukannya pemisahan kawasan merokok dengan area bebas rokok. Padahal belum ada jaminan bahwa area bebas merokok itu benar-benar bebas terhadap asap rokok sehingga pemisahan kawasan itu tidak berpengaruh banyak. Selain itu, belum pula ditemukan teknologi ventilasi atau penyaringan udara yang dapat menghilangkan sepenuhnya asap rokok. Maka bisa jadi pemisahan kawasan itu bukanlah solusi efektif untuk mencegah dampak rokok.

Belum lagi dampak dari asap rokok yang berkeliaran di dalam gedung dan ruangan semisal ruang kerja untuk para pegawai kantoran. Ini biasa disebut Sick Buliding Syndrome. Pekerja-pekerja kantoran yang memang lebih sering menghabiskan waktu di dalam ruangan sangat rentan mengalaminya, apalagi bila ditambah dengan perilaku mereka sendiri yang menjadikan rokok sebagai “obat penenang” mereka dalam kondisi stress. Semakin menjadilah permasalahan yang ditimbulkan akibat rokok itu.

Saat ini para ustadz pun juga telah sering mengingatkan bahaya rokok itu. Bila merujuk pada fatwa haram rokok yang dikeluarkan oleh MUI ataupun Muhammadiyah misalnya, di luar pro kontra terhadapnya, maka sudah sepatutnya kita sama-sama mulai menjauhi rokok dengan alasan-alasan keresahan terhadap bahaya-bahaya yang ditimbulkannya, mulai dari dampak kesehatan sampai dampak sosial yang muncul.

Korban-korban akibat rokok sudah banyak berjatuhan, sekarang tinggal kita yang memilih. Apakah kita yang menjadi korban selanjutnya? Ataukah kita yang menjadi penyelamat para korban itu? Tentukan pilihanmu!



Ka. DEW 3 FULDFK

Jumat, 07 Mei 2010

Jantung saya gak egois..


Akhir-akhir ini, terbesit sebuah hal yang sebenarnya kecil, namun bisa menjadi ladang hikmah tersendiri di sana..

Tentang jantung. Baru saya sadar, ternyata jantung itu gak egois. Coba kita lihat. Dalam mekanisme kontraktilitas nya, jantung memiliki aktivitas yang automatis dalam memberikan stimulus untuk otot jantung dapat berkontraksi sendiri dengan ritme tertentu. Karna jantung memiliki fungsi sebagai pemompa darah, maka ia berkontraksi lalu memompakan darah ke paru-paru dan ke seluruh tubuh, yang biasa kita sebut systole. Setelah itu, saat darah ter-ejeksi keluar dari jantung, maka jantung akan mengalami fase relaksasi ventrikel dimana katup yang menuju pembuluh aorta akan menutup. Saat menutup, darah yang terejeksi sebagian kecil akan mengalir balik untuk mengalirkan darah ke pembuluh darah jantung itu sendiri. Fase itu dinamakan diastole.

Saat saya pikir, ini unik. Jantung seolah memprioritaskan nutrisi nya untuk organ lainnya terlebih dahulu. Dia juga tidak keberatan untuk mengatur supply nutrisi itu sendiri. Dia korbankan nutrisi buat dirinya sendiri yang juga sebenarnya hanyalah sisa yang ada. Padahal, kita tahu bahwa karena itulah ia menjadi lebih rentan terhadap penyakit kurang gizi.

Tepat atau tidak, tapi bagi saya ini bisa menjadi contoh, bahkan untuk seorang pemimpin sekalipun. Sebagai pelayan rakyatnya, figur pemimpin dituntut untuk dapat memberikan pengorbanan lebih. Ia tidak akan kekenyangan jika rakyat nya masih kelaparan. Ia pun dituntut untuk dapat profesional dalam mengatur aktivitasnya, karena saat ia tidak teratur maka rakyatnya pun akan terkena dampaknya. Sama halnya dengan jantung yang mengalami arrhythmia maka supply darah ke organ lain pun akan terganggu.

Ini baru secarik hikmah yang bisa dipetik. Padahal, bisa jadi ia menjadi seperti batu permata yang memiliki banyak sisi di permukaannya. Banyak hikmah yang mungkin bisa dilihat dari sudut pandang yang lain. Waallahualam..

Rabu, 28 April 2010

Cinta itu tindakan!


Ada Seorang Wanita ,Kulitnya hitam, Wajahnya kelihatan keriput. Usianya tua dimakan penyakit dan ada seorang lelaki Kaya dan tampan,yang ingin menikahi wanita tersebut..

Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Sejak awal ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri." Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa.

Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati...terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata... Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon ; akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati di sini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu.

Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti. Cinta yang tidak terurai jadi perbuatan adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin mengangga lebar dalam masyarakat kita.

"Jika kita memiliki kesempatan utk menjadi seseorang yg LUAR BIASA, Kenapa kita memilih utk menjadi biasa-biasa saja? Bukankah hidup ini hanya sekali saja? Pastikan diri kita BERGUNA untuk orang banyak."Atau paling sedikit berguna untuk diri kita dan keluarga kita bila tuntutan ini terasa terlampau tinggi..

*Copas dari notes yg inspiratif..:)

Selasa, 27 April 2010

Saya mau diatur!

Tiap-tiap umat di antara kamu, kami berikan aturan dan jalan terang. Q.S Al Maidah 48

Sungguh heran. Saat Allah memang telah meletakkan aturan-aturanNya kepada umat manusia, saat itu pula banyak hamba Nya seakan menolak terhadapnya. Kelalaian kita dalam penerapannya; baik lingkup ritual, sosial, muamalah, maupun prilaku; menjadi bukti. Padahal, apapun alasannya, manusia selalu bergantung kepada aturan Nya. Itu fitrah. Jelas, karna Dia Maha Mengetahui maka aturan Nya pun sempurna.

Ibaratnya, saat seseorang membeli suatu produk mobil, maka ia akan menanyakan buku panduan dari produk tersebut. Jelas, ia pasti akan menanyakannya kepada produsennya. Tidak mungkin kita membeli mobil A, tapi minta buku panduan mobil B. Begitu pula hakikat pencipta kita. Yang menciptakan kita pasti lebih tahu apa yang memang baik untuk kita. Logis.

Maka saat tahu bahwa berbohong itu dilarang, kenapa belum jujur? Saat tahu bahwa babi diharamkan, kenapa malah cari alasan agar babi dibolehkan? Saat tahu islam itu benar, kenapa malah menghindar?..

Lindungiku dari kelalaian ini, ya Rabb..

Kamis, 15 April 2010

Akal..bukan hanya sekedar berpikir,

Akal..

Banyak dari kita mungkin menganggap akal itu adalah buah dari pemikiran. Padahal makna akal itu sendiri tidak sesempit itu..

Dalam surat Ali Imron ayat 190-191, Di sana disebutkan bahwa orang-orang yang berakal adalah yang terus mengingat Allah dalam keadaan duduk, berdiri, maupun berbaring dan memikirkan penciptaan langit dan bumi.

Pemaparan dari ayat tersebut menyiratkan bahwa akal adalah gabungan antara aktivitas hati dan pikiran. Saat proses berpikir kita cukup matang, namun tidak diimbangi dengan perantauan ke dalam hati, maka bisa jadi akan melahirkan sesuatu yang malah menimbulkan kerusakan. Maka, rahim dari kerusakan itu sendiri adalah rahim yang cacat dari kehilangan komponen hati. Komponen yang selalu menjaga proses kecerdasan intelektual dengan kebesaran makna hati. Itulah iman.

Maka bisa jadi, mengapa banyak orang cerdas, namun tidak memancarkan manfaat. Banyak teknologi canggih yang malah daya rusak nya lebih besar dari nilai kegunaannya. Tampak manfaat, namun tidak berkah. Hanya bagaikan suatu mesin yang akan usang suatu saat.

Wallahualam.

Sabtu, 10 April 2010

Nasihat 5 hal..

Suatu hari, Ibrahim bin Adham didatangi oleh seseorang yang sudah sekian lama hidup dalam kemaksiatan, sering mencuri, selalu menipu, dan tak pernah bosan berzina. Orang ini mengadu kepada Ibrahim bin Adham,

“Wahai tuan guru, aku seorang pembuat dosa yang rasanya tak mungkin boleh lari dari kubangan maksiat. Tapi, tolong tunjukkan aku seandainya ada cara untuk menghentikan semua perbuatan tercela ini?”

Ibrahim bin Adham menjawab,
“Kalau kamu boleh berpegang pada lima hal ini, nescaya kamu akan dijauhkan dari segala perbuatan dosa dan maksiat.

Pertama, jika kamu ingin berbuat dosa dan maksiat, maka usahakanlah agar Allah jangan sampai melihat perbuatanmu itu.”

Orang itu terperanjat,
“Bagaimana mungkin, Tuan guru, bukankah Allah selalu melihat apa saja yang diperbuat oleh siapapun? Allah pasti tahu walaupun perbuatan itu dilakukan dalam bilik persendirian, di bilik yang gelap, bahkan di lubang semut pun.”

Wahai anak muda, kalau yang melihat perbuatan dosa dan maksiatmu itu adalah jiran kamu, kawan dekatmu, atau orang yang kamu hormati, apakah kamu akan meneruskan perbuatanmu? Tetapi mengapa dengan Allah kamu tidak malu, sedang Dia melihat apa yang kamu buat?”

Orang itu lalu tertunduk dan berkata,
“katakanlah yang kedua, Tuan guru!”
Kedua, jika kamu ingin melakukan dosa dan maksiat, maka jangan lagi kamu makan rezeki Allah.”

Pendosa itu kembali terperanjat,
“Mana boleh, Tuan guru, bukankah semua rezeki yang ada di sekeliling manusia adalah dari Allah semata? Bahkan, air liur yang ada di mulut dan tenggorokanku adalah dari Allah jua.”

Ibrahim bin Adham menjawab,
“Wahai anak muda, masih mahukah kita makan rezeki Allah sementara setiap saat kita melanggar perintahNya dan melakukan laranganNya? Kalau kamu menumpang makan kepada seseorang, sementara setiap saat kamu selalu mengecewakannya dan dia melihat perbuatanmu, masihkah mampu dan tidak malu untuk terus makan darinya?”

“Sekali-kali tidak! Katakanlah yang ketiga, Tuan guru.”
Ketiga, kalau kamu ingin membuat dosa dan maksiat, janganlah kamu tinggal lagi di bumi Allah.”

Orang itu tersentak,
“Bukankah semua tempat ini adalah milik Allah, Tuan guru? Bahkan, segenap planet, bintang dan langit adalah milikNya juga?”

Ibrahim bin Adham menjawab,
“Kalau kamu pergi ke rumah sesaorang, numpang makan dari semua miliknya, adakah kamu tidak merasa malu untuk memperlekeh aturan-aturan tuan rumah itu sementara dia selalu tahu dan melihat apa yang kamu lakukan?”

Orang itu kembali terdiam, air mata menetes perlahan dari kelopak matanya lalu berkata,

“Katakanlah yang keempat, Tuan guru.”
Keempat, jika kamu masih ingin berbuat dosa dan maksiat, dan suatu saat malaikat maut datang untuk mencabut nyawamu sebelum kamu bertobat, tolaklah ia dan janganlah biarkan nyawamu dicabut.”

Bagaimana mungkin, Tuan guru? Bukankah tak seorang pun mampu menolak datangnya malaikat maut?”

Ibrahim bin adham menjawab,
“Kalau kamu tahu begitu, mengapa masih mahu berbuat dosa dan maksiat? Tidakkah terpikir olehmu, jika suatu saat malaikat maut itu datang justru ketika kamu sedang mencuri, menipu, berzina dan melakukan dosa lainnya?”

Air mata menitis semakin deras dari kelopak mata orang tersebut, kemudian ia berkata,

“Wahai tuan guru, katakanlah hal yang kelima.”
Kelima, jika kamu masih akan berbuat dosa, dan tiba-tiba malaikat maut mencabut nyawamu justru ketika sedang melakukan dosa, maka janganlah terima jika malaikat Malik memasukkan mu ke dalam neraka. Mintalah kepadanya kesempatan hidup sekali lagi agar kamu bisa bertobat dan menambal dosa-dosamu itu.”

Pemuda itupun berkata,
“Bagaimana mungkin seseorang bisa minta kesempatan hidup lagi, Tuan guru? Bukankah hidup hanya sekali?

Ibrahim bin Adham pun lalu berkata,
“Oleh kerana hidup hanya sekali anak muda, dan kita tak pernah tahu bila maut akan menjemput kita, sementara semua yang telah diperbuat pasti akan kita pertanggung jawabkan di akhirat kelak, apakah kita masih akan mensia siakan hidup ini hanya untuk menambah dosa dan maksiat?”

Pemuda itu pucat, dan dengan surau parau menahan ledakan tangis ia menhiba,

“Cukup, Tuan guru, aku tak sanggup lagi mendengarnya.”
Lalu ia pun bangun dan pergi meninggalkan Ibrahim bin Adham. Dan sejak saat itu, orang-orang mengenalnya sebagai seorang ahli ibadah yang jauh dari perbuatan-perbuatan tercela.

Seburuk-buruk manusia, ia pasti memiliki jua sisi fitrah disana.
"Faal hamahaa fujuurohaa wa taqwaahaa."
Sehingga hidayah pun dapat turun kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Semoga Allah tak menutupi hati kita dari cahaya-Nya yang tak pernah padam..Amin.

*Copas dari sebuah notes inspiratif..

Senin, 05 April 2010

Peduli..

*Copas dari sebuah pemberitaan.

Muhammad Firdaus lahir dari dua orang tua yang kurang mampu, akan tetapi mereka adalah oang tua yang peduli akan dakwah islam. Orang tua dari Muhammad Firdaus ini adalah Irmayanti dan Suharto.

Kegiatan sehari-hari Suharto adalah buruh dari usaha rumahan roti dan Irmayanti berprofesi sehari-hari sebagai guru. Mereka tinggal di RW 9 Kelurahan Mampang Kecamatan Pancoranmas.

Muhammad Firdaus lahir pada jumat 2 April 2010, dengan berat badan hanya 1,7kg. Ukuran yang sangat kecil untuk ukuran bayi yang seharusnya lahir minimal 3 kg.
Kondisinya ternyata lebih memprihatinkan lagi setelah hasil cek up dokter yang nyatakan bahwa Muhammad Firdaus tidak memiliki lubang anus untuk buang air besar.

Saat ini si kecil Muhammad Firdaus menunggu uluran tangan kita yang peduli agar kondisinya lebih baik lagi sebagaimana bayi lainnya yang sehat.

BIAYA OPERASI DIBUTUHKAN KURANG LEBIH RP.15.000.000
Mari ulurkan bantuan anda untuk Muhammad Firdaus.
Bantuan dana bisa disalurkan melalui
1. Bank Syariah Mandiri, No Rekening 0097032485
2. BCA, No Rekening 7650328706
Atas nama Bagus Asprianto.

Atau silakan hubungi kami di 08179194441, 02194537928
dan dana akan kami jemput.
Terimakasih
Jazakumullah Khairon Katsiron
Wassalaam

Selasa, 23 Maret 2010

Adil,,itu lebih baik..!

Bismillah..

Pertanyaan sederhana terlintas di kepala saya, "Kenapa orang-orang masih banyak merasa gak aman di negeri ini ya?..Terorisme? Korupsi? Kejahatan kriminal dengan modus FB? Ah..Nggak usah jauh-jauh..Bahkan sekedar menaruh helm motor saat memarkir motor pun saya masih was-was.."

Teringat rasanya..Suatu hari Umar bin Abdul Aziz pernah diusulkan untuk membangun pagar yang tinggi demi keamanan oleh rakyatnya..Beliau menjawab :
“Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan proporsional. Bila rakyat mendapatkan haknya maka otomatis kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.”

Teringat rasanya jua pada riwayat kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab..Tak pernah beliau merasakan nyenyak dalam tidurnya..Tidur siangnya bagaikan mengkhianati rakyatnya, maka malamnya bagaikan mengkhianati dirinya sendiri..
”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati diriku sendiri”.

Siang malam beliau selalu bersama rakyatnya..Paginya selalu ia sempatkan untuk membantu para janda berbelanja di pasar, Malamnya ia sempatkan pula untuk membantu para jompo untuk menyediakan makanan untuk mereka..
”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”). begitulah ungkapan salah seorang sahabat kepada beliau..

Adil lawan kata dari zhalim..Saat seorang tidak berbuat adil, maka logikanya ia telah berbuat zhalim..Pelaku kezhaliman menjerumuskannya pada lumpur dosa..Maka semakin jauh lah ia dari Allah SWT..Maka takkan bertakwa orang-orang yang jauh dari-Nya..
”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8

Saat sejarah islam bercerita panjang tentang keadilan, maka realitas kadang berkata lain..Kezhaliman dibuatkan banyak alibi..Kedustaan dibungkus dengan alasan-alasan kemanusiaan..Dikemanakan komitmen itu? Komitmen untuk masuk ke dalam islam secara menyeluruh? Apakah nilai-nilai keadilan itu hanya dibuat terduduk diam di pojok-pojok masjid sedangkan di pasar-pasar, di sekolah, di kampus, di jalan, ia seolah tidak memiliki nyawa? Sungguh islam itu fitrah..Maka berislam itu adalah berbuat adil..Saat semua merasa diperlakukan adil, rasa aman menjadi menjadi bonus yang memang dicita-citakan sebagian kita..Insya Allah.

Wallahua'lam

Jumat, 12 Maret 2010

Bersabarlah, Karena UJIAN itu Gak Sepanjang Waktu!..:)

Bismillah..

Menarik..
Setiap punggawa dakwah memiliki cerita yang berbeda. Mengapa? Karena Allah menguji hambanya sesuai dengan kadar kemampuannya masing-masing..

"Ada seorang ikhwan. Dia bercerita, ketika menikah langsung berpisah dari kedua orang tua masing-masing, untuk belajar hidup mandiri atau alasan lain, seperti mencari suasana yang kondusif bagi pemeliharaan iman menurut persepsi mereka waktu itu. Mereka mengontrak rumah petak sederhana. "Begitu harus berangkat (baca: berdakwah) mendung menggantung di wajah pengantinku tercinta", tuturnya. Dia tidak keluar melepas sang suami tetapi menangis sedih dan bingung, seakan doktrin da’wah telah mengelupas. Kala itu jarang da’i dan murabbi yang pulang malam apalagi petang hari, karena mereka biasa pulang pagi hari. Perangpun mulai berkecamuk dihati, seperti Juraij sang abid yang kebingungan karena kekhususan ibadah (sunnah) nya terusik panggilan ibu. "Ummi au shalati : Ibuku atau shalatku?" Sekarang yang membingungkan justru "Zauji au da’wati" : Isteriku atau da’wahku ?".

Dia mulai gundah, kalau berangkat istri cemberut, padahal sudah tahu nikah dengannya risikonya tidak dapat pulang malam tapi biasanya pulang pagi, menurut bahasa Indonesia kontemporer untuk jam diatas 24.00. Dia katakan pada istrinya : "Kita ini dipertemukan oleh Allah dan kita menemukan cinta dalam da’wah. Apa pantas sesudah da’wah mempertemukan kita lalu kita meninggalkan da’wah. Saya cinta kamu dan kamu cinta saya tapi kita pun cinta Allah". Dia pergi menerobos segala hambatan dan pulang masih menemukan sang permaisuri dengan wajah masih mendung, namun membaik setelah beberapa hari. Beberapa tahun kemudian setelah beranak tiga atau empat, saat kelesuan menerpanya, justru istri dan anak-anaknyalah yang mengingatkan, mengapa tidak berangkat dan tetap tinggal dirumah? Sekarang ini keluarga da’wah tersebut sudah menikmati berkah da’wah.."


Lain lagi dengan cerita berikut.
"Pengantinnya tidak siap ditinggalkan untuk da’wah. Perang bathin terjadi dan malam itu ia absen dalam pertemuan halaqah. Dilakukan muhasabah terhadapnya sampai menangis-menangis, ia sudah kalah oleh penyakit "syaghalatna amwaluna waahluna : kami telah dilalaikan oleh harta dan keluarga" (Qs. 48:11). Ia berjanji pada dirinya : "Meskipun terjadi hujan, petir dan gempa saya harus hadir dalam tugas-tugas da’wah". Pada giliran berangkat keesokan harinya ada ketukan kecil dipintu, ternyata mertua datang. "Wah ia yang sudah memberikan putrinya kepadaku, bagaimana mungkin kutinggalkan?". Maka ia pun absen lagi dan dimuhasabah lagi sampai dan menangis-nangis lagi. Saat tugas da'wah besok apapun yang terjadi, mau hujan, badai, mertua datang dll pokoknya saya harus datang. Dan begitu pula ketika harus berangkat ternyata ujian dan cobaan datang kembali dan ia pun tak hadir lagi dalam tugas-tugas dakwah. Sampai hari ini pun saya melihat jenis ikhwan tersebut belum memiliki komitmen dan disiplin yang baik. Tidak pernah merasakan memiliki kelezatan duduk cukup lama dalam forum da’wah, baik halaqah, ta'lim atau pun musyawarah yang keseluruhannya penuh berkah. Sebenarnya adakah pertemuan-pertemuan yang lebih lezat selain pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh saudara-saudara berwajah jernih berhati ikhlas?.."

Dalam surat Al A'raf ayat 163, "Tanyakan pada mereka tentang negeri di tepi pantai, ketika mereka melampaui batas aturan Allah di (tentang) hari Sabtu, ketika ikan-ikan buruan mereka datang melimpah-limpah pada Sabtu dan di hari mereka tidak bersabtu ikan-ikan itu tiada datang. Demikianlah kami uji mereka karena kefasikan mereka", secara langsung Allah memerintahkan kita dalam sikap amar ma'ruf nahi munkar. Namun ada kemiripan konten ayat ini dengan kisah di atas. Ini adalah hakikat ujian..

Sadar atau tidak, Allah telah menguji hamba-Nya mulai dari titik yang terlemah.
"Demikian kami uji mereka karena kefasikan mereka.". Ini kuncinya. Saat mereka bermalas-malasan beribadah pada hari Sabtu, ternyata ikan-ikan banyak berdatangan..Saat seorang ikhwan (saudara laki-laki) tadi telah mengazamkan diri untuk berangkat liqo, saat itu pula istri dan mertua nya berturut-turut seolah "menyibukkan" nya..Saat kita tidak pandai dalam mengelola waktu, bisa jadi kita diuji dalam waktu senggang..

Padahal, ada satu hal pula yang mungkin sering terlupakan. Waktu ujian tidak pernah lebih lama dari waktu belajar kita. Namun jarang kita bersabar terhadap ujian itu, seakan ujian itu sepanjang waktu lamanya. Titik terlemah itu hanya muncul sewaktu, tidak terus-menerus. Pernahkah kita menyadari kalau tidak ada sekolah yang mengadakan masa ujian yang lebih lama dari masa kegiatan belajar-mengajarnya?..

Mulai dari sekarang, cermatilah titik terlemah kita.."Pertarungan" itu bisa jadi hanya muncul satu dua kali, selanjutnya adalah kenikmatan..Meski tidak melupakan bahwa kenikmatan juga merupakan bentuk ujian..
"Sesungguhnya Kesabaran itu ada pada benturan yang pertama.."

Wallahualam

Jumat, 26 Februari 2010

Cerita Sang Pahlawan

Bismillah...

Sahabat-sahabiyah...
Ada sebuah kumpulan cerita. Cerita yang satu ini sangat berbeda dengan cerita-cerita yang lainnya. Cerita ini selalu mengisahkan pribadi yang tidak pernah bersikap antagonistik bagi umatnya. Bukan layaknya cerita pendek ataupun novel yang hanya bertemakan cinta yang jauh dari hakiki nya. Bukan pula cerita action ataupun cerita heroik yang hanya mempertontonkan kegagahan sang pahlawan. Cerita ini dahsyat, sedahsyat yang selalu diceritakannya. Cerita ini juga sederhana, sesederhana sikap yang selalu beliau perlihatkan. Cerita ini bermakna, sehikmah apa yang selalu dibawanya...

Dialah pribadi paripurna yang Allah ciptakan, Rasulullah SAW. Dialah yang menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut. Dialah tokoh peradaban umat terbaik di dunia.

"Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah..." Q.S Ali Imran :110

Sekali lagi, cerita ini berbeda dengan cerita-cerita lainnya. Saat kita membaca cerita ini, kita dituntut untuk memahami dan mempelajari apa-apa yang ada di dalamnya, bukan hanya sekedar tahu. Mengapa? Karena bisa jadi, kesuksesan dan kejayaan yang terjadi dalam cerita tersebut bisa kita ulang kembali masa kini. Model kepemimpinan umat yang ada di dalamnya, dapat pula kita contoh dan terapkan. Kepribadian paripurna nya pun, sungguh, dapat kita teladani. Sehingga tidak akan ada lagi figur-figur keliru yang kita ikuti.

"Sungguh, telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah." Q.S Al Ahzab: 21

Masih belumkah kita mulai mempelajari cerita itu? Masih ragu kah kita bahwa bisa jadi cerita tersebut menjadi solusi kehidupan kita masa kini? Atau memang belum resah kah kita dengan masalah-masalah umat ini? Atau bahkan, masih banggakah kita dengan figur-figur kebanyakan umat saat ini?


Wallahualam

Kamis, 25 Februari 2010

Sa'ad bin Abi Waqash

Oleh: K.H. Athian Ali M. Da'i, MA (Lembar Kajian Syakhshiyyah Islamiyah)

Sosok Sa'ad dikenal dengan julukan "Singa Yang Suka Menyembunyikan Kukunya". Dikatakan "Suka Menyembunyikan Kukunya" karena memang sikap dan karakter sahabat Rasul yang satu ini orangnya sangat rendah hatl, tidak sombong. Julukan "Singa" digambarkan sebagai orang yang gagah berani dan menakutkan. Sifat "Singa" Sa'ad akan muncul manakala hak-hak Allah mulai diabaikan, dilecehkan atau diinjak-injak.

Kisah sahabat yang satu ini muncul ketika umat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khatthab sedang mengalami kekalahan dalam perang menghadapi pasukan orang-orang musyrikin, konon saat itu umat Islam yang gugur sebagai syuhada sebanyak 4 ribu orang. Menyikapi situasi dan kondisi yang demikian, di hadapan umat, Amirul Mukminin Umar bin Khatthab menyatakan siap akan berangkat sebagai panglima perang dan telah siap pula meninggalkan Medinah serta beliau pun sudah melimpahkan sementara kepemimpinan kekhalifahan kepada Ali bin Abi Thalib ra. Tapi, belum lagi Umar meninggalkan kota Medinah, beliau sudah diminta oleh para sahabat untuk kembali karena para sahabat di samping mengkhawatirkan atas keselamatannya, beliau pun masih sangat dibutuhkan menjadi khalifah. Yang paling kuat meminta beliau kembali adalah Abdurrahman bin Aufra.

Menyikapi hal tersebut, Umar tidak begitu saja mau menerima usulan dari sebagian sahabat dan beliau pun meminta agar hal ini diputuskan dalam sebuah musyawarah. Hal ini menjadi satu pelajaran yang berharga bagi kita, bahwa di dalam Islam kita diperintahkan bermusyawarah untuk mufakat dalam berbagai bidang kehidupan. Allah SWT berfirman: "Bermusyawarahlah kalian dalam menetapkan suatu perkara" (QS. Ali Imran, 3:159). Juga dalam firman-Nya: "Dan perkara mereka itu harus diselesaikan secara musyawarah di antara mereka" (QS. Asy Syuuraa, 42:38). Dalam proses musyawarah ini tentu semua akan melihat masalah itu sesuai dengan aturan Allah untuk kemaslahatan Islam dan ummat Islam. Hal ini yang membedakan dengan sistim demokrasi yang mengambil keputusan dengan suara terbanyak, tapi dalam Islam yang diambil adalah yang benar walaupun jumlah suara sedikit.

Ternyata hasil musyawarah para sahabat sepakat kepada usulan Abdurrahman bin Auf bahwa hendaknya niat Umar untuk memimpin langsung perang dibatalkan demi kelancaran pelaksanaan kekhalifahan. Umar pun menyepakatinya. Lalu siapa yang akan menjadi panglima perang kalau bukan saya, tanya Umar. Maka para sahabat pun merenung hingga kemudian Abdurrahman bin Auf
memberanikan diri mengangkat tangannya untuk sekadar bisa menunjukkan siapa sebagai calon panglima penggantinya. Kata Abdurrahman: "Saya sangat yakin betul dengan yang bersangkutan yaitu Sa'ad bin Malik az-Zuhri (Sa'ad bin Abi Waqqash). Maka sepakatlah para sahabat begitu nama Sa'ad dimunculkan sebagai panglima perang, karena para sahabat memandang bahwa beliaulah yang paling tepat untuk memikul amanah yang berat ini.

Siapa Sa'ad dan apa latar belakang para sahabat berani mengusulkan beliau menjadi panglima perang? Sahabat yang mendapat julukan "Singa Yang Suka Menyembunyikan Kukunya" ini adalah seorang yang masuk Islam dalam usia yang sangat muda, 17 tahun. Para ahli sejarah mengatakan bahwa dialah orang ketiga yang masuk Islam, namun saat itu masih secara diam-diam. Banyak keistimewaan dari sahabat Rasul yang satu ini hingga para sahabat berani mengusulkan menjadi panglima perang. Dua keistimewaan yang sangat menonjol, pertama, dalam perang beliau sering disebut "Singa" karena dia dikenal pemberani, selalu berada di garda terdepan dalam kancah peperangan. Di Perang Badar, dia menjadi orang yang paling pertama maju di paling depan dan paling pertama melemparkan panahnya dan paling pertama pula dia terkena panah. Beliau terkenal dengan akurasi memanahnya sehinga nyaris panahnya tidak pernah meleset, selalu mengenai sasaran. Keistimewaan yang kedua, dia dikenal oleh para sahabat menjadi orang satu-satunya yang pernah dijaminkan oleh Rasul atas nama ayah dan ibunya. Dalam Perang Uhud, Rasul mengatakan: "Lemparkan panahmu hai Sa'ad, jaminanmu ayah dan ibuku". Dan berkata pula Ali bin Abi Thalib: "Saya belum pernah sekalipun mendengar Rasul menjaminkan kedua orangtuanya kecuali kepada Sa'ad", saya mendengar itu pada saat Perang Uhud.

Selain dua keistimewaan yang dimiliki, Sa'ad juga memiliki dua senjata yang sangat luar biasa. Pertama, sasaran panahnya yang nyaris tidak pernah meleset. Kedua, doanya yang selalu dikabul oleh Allah. Dua senjata ini berkaitan dengan doa Rasul khusus untuk Sa'ad, di mana dalam sebuah hadits diriwayatkan Rasul pernah berdoa memohon kepada Allah SWT: "Ya Allah, tepatkanlah bidikan panah Sa'ad dan kabulkanlah segala doanya". Maka para sahabat pun yakin bahwa doa Sa'ad selalu makbul.

Dalam kisah yang diriwayatkan oleh 'Amir bin Sa'ad, di mana dia berkata sesuatu ketika Sa'ad melihat seorang laki-laki mencaci maki Ali, Thalhah dan Zubair. Melihat kejadian tersebut Sa'ad berupaya mengingatkan yang bersangkutan untuk menghentikan caciannya, tetapi tetap saja yang bersangkutan tidak mau berhenti mencaci. Maka Sa'ad berkata: "Kalau begitu saya akan berdoa kepada Allah untukmu". Jawab laki-laki: "Saya melihat engkau mulai mengancam saya, seolah-olah engkau seorang nabi". Maka Sa'ad pun kemudian pergi meninggalkan yang bersangkutan, beliau mengambil air wudhu lalu shalat sunnah dua rakaat, Usai shalat, beliau mengulurkan kedua tangannnya sambil berdoa: Ya Allah sesunguhnya Engkau Maha tahu bahwa laki-laki ini telah mencaci maki orang-orang shaleh yang Engkau ketahui keshalehannya, maka berilah dia pelajaran jika itu akan baik baginya dan berikanlah tanda bahwa dia sudah mendapat pelajaran dari-Mu". Selesai beliau berdoa tidak berapa lama kemudian tiba-tiba keluar dari sebuah tempat seekor unta liar yang kelihatannya sedang mencari sesuatu, lalu ditabraknya laki-laki tersebut sampai dia jatuh di kaki unta itu dan si unta tidak pernah berhenti kecuali menginjak dirinya sampai akhirnya matilah laki-laki itu seketika!"

Sebuah pelajaran berharga dapat dipetik hikmahnya bagi kita tentang doa Rasul terhadap Sa'ad, apakah cukup dengan doa Nabi saja seseorang akan menjadi orang yang seperti Sa'ad yang didoakan oleh Rasul? Tentu tidak! Karena Rasul pun mendoakan pamannya, Abu Thalib untuk mendapat hidayah ternyata hingga akhir hayatnya tidak dapat juga hidayah. Perlu digarisbawahi bahwa antara doa dengan usaha itu harus selalu menyatu. Oleh karena keshalehan Sa'ad maka bernilailah doa Rasul. Dan, yakinilah bahwa sebenarnya doa setiap orang yang shaleh pasti dikabul oleh Allah (QS. Al Baqarah, 2:186). Yang menjadikan doa Sa'ad makbul karena jangankan yang haram yang subhat pun beliau tidak mau memakan dan meminumnya.

Jika kita cermati, erat sekali kaitan doa dengan makan minum yang haram. Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw bersabda: "Sesunggguhnya Allah Maha baik dan tidak mengabulkan (menerima) kecuali yang baik-baik. Allah menyuruh orang mu'min sebagaimana Dia menyuruh kepada para rasul, seperti firman-Nya dalam suratAI Mu'minun ayat 51: "Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan-makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal yang shaleh". Allah juga berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 172: "Hai orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik-baik yang Kami rezekikan kepada kalian dan bersyukurlah". Kemudian Rasulullah menyebut seorang yang melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut dan wajahnya kotor penuh debu menadahkan tangannya ke langit seraya berseru: "Ya Rabbku, Ya Rabbku", sedangkan makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dia diberi makan dari yang haram pula. Jika begitu bagaimana Allah akan mengabulkan doanya?"(HR. Muslim).

Sa'ad bin Abi Waqqash adalah orang yang sangat kaya, ketika Haji Wada' beliau sempat sakit dan dijenguk Rasulullah. Saat dijenguk beliau berkata kepada Rasul: Ya Rasulullah, saya dikarunia Allah banyak harta, dan tidak ada ahli warisku kecuali seorang anak wanita. Bolehkah saya bersedekah dengan dua pertiga harta saya? Nabi berkata: Tidak! Maka Sa'ad berkata: Bagaimana kalau setengahnya? Jawab Nabi: Tidak! Sa'ad berkata lagi: Bagaimana kalau sepertiganya? "Silakan" kata Rasul, sepertiga itu pun sudah cukup banyak. Jangan biarkan keluargamu dalam kondisi miskin dan meminta-minta kepada orang lain. Dan setiap nafkah yang kamu keluarkan dengan mengharap keridhaan Allah, pastilah akan diberi ganjaran bahkan walau sesuap makanan yang anda taruh di mulut istrimu" (HR. Bukhari)

Sa'ad juga terkenal orang yang sangat takut kepada Allah. Beliau sering menangis jika mendengar khutbah Rasul. Suatu saat Rasulullah sedang berkumpul dengan para sahabat di sebuah majelis, tiba-tiba Rasul mengatakan: "Sebentar lagi akan muncul di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga". Tak lama kemudian, muncullah Sa'ad bin Abi Waqqash. Di antara sahabat yang penasaran ingin sekali mengetahui tentang ibadah apa saja yang dilakukan Sa'ad sehingga menjadi penduduk syurga adalah Abdullah bin 'Amr bin 'Ash, hingga akhirnya Abdullah memutuskan untuk bermalam di rumah Sa'ad. Selama tiga malam di rumah Sa'ad, ternyata Abdullah tidak melihat ibadah khusus yang dilakukan Sa'ad, yang pada akhirnya Abdullah memberanikan diri mengatakan kepada Sa'ad seperti yang dikatakan Rasul. Sa'ad berkata: "Tak lebih dari amal ibadah yang biasa kita kerjakan, hanya saja saya tidak pernah menaruh dendam atau niat jahat terhadap seorang pun di antara kaum muslimin!"

Sebuah kisah yang tak kalah menariknya untuk kita ambil hikmahnya kisah masuknya Sa'ad dalam pelukan Islam adalah tatkala Ibundanya gagal total menghalangi putranya untuk memeluk Agama Allah. Langkah terakhir ibundanya untuk dapat meluluhkan hati putranya untuk mau kembali ke ajaran nenek moyangnya dengan jalan mogok makan dan minum hingga berakibat dirinya dalam kondisi kritis. Saat ibundanya dalam kondisi kritis, dipanggillah Sa'ad untuk melihat kondisi ibundanya. Keteguhan keimanan Saad kepada Allah dan Rasul-Nya tak pernah lentur dan luntur, lalu didekatkannya wajahnya ke wajah ibunya dan dikatakan dengan suara keras: "Demi Allah, ketahuilah wahai bunda, seandainya bunda memiliki seratus nyawa, lalu ia keluar satu per satu, tidaklah aku akan meninggalkan Agama ini walau ditebus dengan apa pun juga! Maka terserah kepada ibu, apakah ibu akan makan atau tidak! Maka hal ini menjadi asbabun nuzul (turunnya ayat 15 QS. Luqman): "Dan apabila keduanya memaksamu supaya menyekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada bagimu ilmu tentang itu, maka Jangan engkau patuhi mereka dan pergaulilah mereka dengan baik di dunia".

Betapa panjang lebar jika kita mau mengungkap tuntas kisah hidup para sahabat Rasul tak terkecuali pula Sa'ad bin Abi Waqqash. Akhir kisahnya, saat-saat menjelang beliau menghadap ke haribaan-Nya pada usia lebih dari 80 tahun, tatkala menjelang ajalnya, beliau memberi isyarat ke arah peti simpanannya yang berisi sehelai kain yang telah lapuk dan usang. Diingatkanlah keluarganya untuk mengkafani mayatnya nanti dengan kain tersebut sambil beliau mengatakan: "Telah kuhadapi orang-orang musyrik waktu Perang Badar dengan memakai kain itu dan telah kusimpan ia sekian lama untuk keperluan seperti pada hari ini".

Berpulanglah beliau memenuhi panggilan-Nya dengan penuh rahmat dan ampunan-Nya untuk menerima janji Allah lewat Rasul-Nya sebagai penduduk Syurga.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Jumat, 05 Februari 2010

" Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzaliman yang akan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan dengan tekad di hati
Jasad ini , darah ini sepenuh ridho Ilahi

Kami adalah panah-panah terbujur
Yang siap dilepaskan dari busur
Tuju sasaran , siapapun pemanahnya

Kami adalah pedang-pedang terhunus
Yang siap terayun menebas musuh
Tiada peduli siapapun pemegangnya

Asalkan ikhlas di hati tuk hanya Ridho Ilahi, Robbi...

Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzaliman yang kan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan dengan tekad di hati
Jasad ini, darah ini sepenuh ridho Ilahi

Kami adalah tombak-tombak berjajar
Yang siap dilontarkan dan menghujam
Menembus dada lantakkan keangkuhan

Kami adalah butir-butir peluru
Yang siap ditembakkan dan melaju
Dan mengoyak, menumbang kezaliman

Asalkan ikhlas di hati tuk jumpa wajah Ilahi, Robbi...

Kami sadari jalan ini kan penuh onak dan duri
Aral menghadang dan kedzaliman yang kan kami hadapi
Kami relakan jua serahkan dengan tekad di hati
Jasad ini , darah ini sepenuh ridho Ilahi
Kami adalah mata pena yang tajam
Yang siap menuliskan kebenaran
Tanpa ragu ungkapkan keadilan

Kami pisau belati yang selalu tajam
Bak kesabaran yang tak pernah padam
Tuk arungi dakwah ini jalan panjang

Asalkan ikhlas dihati menuju jannah Ilahi, Robbi...
"

Jumat, 22 Januari 2010

"Barang" Mukmin yang Hilang...


Bismillah…
Ada hal yang pernah (pula) saya dapat di mentoring…(promosi mentoring...^0^)

Teman2 tahu IPM (Index Pembangunan Manusia)? Ya, itu adalah salah satu indikator yang saat ini menjadi rujukan oleh negara-negara di dunia untuk menentukan kemajuan SDM negaranya. Ada 3 aspek yg diukur disana: kesehatan, pendidikan, daya pendapatan (ekonomi). Secara logika, indikator ini memang selintas dapat diterima. Dari sisi kesehatan dan pendidikan misalnya, statusnya yang baik mungkin akan mendukung daya produktif masyarakatnya itu sendiri.

Namun, mungkin memang tidak ada yang sempurna. Dapat kita perhatikan bahwa dengan tinggi nya status kesehatan, majunya teknologi pendidikan, dan sehatnya perekonomian suatu negara, tidak ada negara yang tidak terdapat konflik disana. Contoh ekstreme nya adalah krisis ekonomi yang baru-baru ini banyak melanda negara-negara yang banyak diantara kita anggap "maju". Jadi, adakah yang salah dari indikator tersebut?Ada. Mereka belum “lengkap”.

Islam mengajarkan orang mukmin untuk mencari “barang” nya yang hilang, hikmah, karena ia lebih berhak dengannya. Dalam surat Al Imron ayat 190-191 pun dijelaskan bahwa Allah meminta hamba-Nya memikirkan semua penciptaan-Nya dalam kondisi apapun, menggunakan aktivitas hati dan akalnya, untuk menemukan hikmah itu. Mungkin itulah mengapa islam bersifat Universal.

Terkait dengan IPM itu, rasulullah SAW pun sudah pernah mengajarkannya. Dalam doa keselamatan kita selalu meminta pada Allah:
1. Diselamatkan agamanya (salaamatan fiddiin)
2. Disehatkan jasmaninya = kesehatan
3. Bertambahnya ilmu = pendidikan
4. Berkahnya rizki = ekonomi
5. Taubatnya sebelum maut (taubatan qobla almaut)…

Ada 2 hal yang memang (ternyata) terabaikan untuk dilengkapkan dalam IPM itu sendiri, Selamatnya agama dan taubatnya sebelum maut. Mungkin inilah yg membuat negara maju sekalipun tidak akan pernah terlepas dari krisis. Saat suatu negara dikatakan berpendidikan, sudahkah ilmunya ia tambah untuk kebaikan? Saat suatu negara dikatakan pula memiliki perekonomian yang kuat, berkahkah ia?

Maka ada satu hal yang (memang) harus dibangun dari awal, penyelematan agama. Saat akidahnya sudah murni, sehatlah hatinya. Saat hati sehat, sehatlah pikiran dan raganya. Mampulah ia untuk menambah ilmu dari-Nya. Maka takutlah ia mengambil sesuatu yang tidak berkah. Saat itu terjadi, bertaubatlah ia segera. Saat itulah, seseorang baru dapat dikatakan MAJU.

Jadi, apakah mentoring ini hanya mengajarkan bagaimana membaguskan membaca al quran saja?Saya rasa tidak. :)
Wallahualam.

Selasa, 12 Januari 2010

Ihsan...Do the best of you!

Bismillah...

hanya mencoba mengingat-ingat materi mentoring yang pernah saya berikan kepada adik-adik mentorku dulu...:)
tentang sebuah istilah yang memang asal katanya berasal dari bahasa arab, "ihsan", yang artinya berbuat baik. Sebuah kata kerja yang berulang kali Allah katakan dalam Al Qur'an.

“…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah:195)

"Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra’: 7)

“…Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (al-Qashash:77)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”(an-Nahl: 90)

Bahkan dalam sebuah hadits, saat malaikat Jibril mendatangi rasulullah dan bertanya kepada beliau tentang islam, iman, dan IHSAN.

“Apa itu ihsan?", rasul menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Ihsan adalah puncak prestasi ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Mendapatkan posisi yang paling terhormat dari-Nya.

Ihsan itu sendiri dapat dianalogikan sebagai suatu komponen dalam tegaknya suatu bangunan. Bersama dengan iman, sebagai "pondasi" nya, islam sebagai "tiang penyokong" nya, ihsan dapat dikiaskan sebagai "atap" dalam bangunan tersebut. Sebuah atap yang kiranya dapat melindungi semua komponen-komponen yang ada di bawahnya.

Begitu pula dengan makna ihsan sebenarnya, karena ia menjadi pemelihara amal-amal kita agar tetap berkualitas dan kontinyu, layaknya atap yang menjaga agar dinding dan seisinya itu tetap utuh terjaga. Ya, terjaga. Karena ihsan mengingatkan kita pula bahwa segala amal kita ada yang "melihat".

Berkaca pada diri kita, sudahkah belajar-belajar kita, kerja-kerja kita, amalan-amalan ibadah kita, bahkan niat-niat kita, adalah yang terbaik dari kita? Atau apakah kita masih lebih sering mengeluhkan pada keterbatasan kita sehingga menjadi alasan untuk tidak memberikan yang terbaik?

Manusia hidup pada keterbatasan. Tetapi bukankah selalu ada capaian maksimum dalam keterbatasan kita?

Allahua'lam

Selasa, 05 Januari 2010

Membangun Butir-Butir Kekuatan Bangsa Palestina dengan Pendidikan.

Generasi pembelajar. Suatu generasi dimana para pelaku generasi tersebut memiliki suatu karakteristik yang khas, aktif dalam belajar dan mengajarkan. Suatu generasi yang juga akan melahirkan generasi baru yang lebih cerdas dan intelek. Generasi yang akan menjadi pusat peradaban dunia yang lebih baik. Penulis yakin bahwa tidak ada satupun bangsa yang ada di alam raya ini yang tidak ingin mencetak generasi semacam itu. Semua bangsa berhak atas cita-cita itu.
Namun, hal itu menjadi pengecualian pada saudara-saudara kita yang ada di Palestina saat ini. Pengecualian di sini bukan berarti bangsa Palestina tidak berkeinginan untuk mencetak generasi tersebut. Ada suatu “kelompok” yang tidak segan –segan, di hadapan dunia saat ini, untuk “membunuh” hak bangsa yang berada di Timur Tengah ini. ”Kelompok” itu telah menghilangkan salah satu hak yang ada dari sebuah bangsa. Hak dalam hal kemerdekaan untuk mendapatkan pendidikan. Hak pendidikan untuk bangsa Palestina. Dan “kelompok” tersebut mengatasnamakan dirinya, Zionis.

Data mencatat bahwa “kelompok” tersebut telah banyak melakukan pelanggaran dalam hal pendidikan, khususnya di jalur Gaza. Di antaranya adalah penutupan jalur lintasan dan embargo ekonomi yang menyebabkan siswa-siswa yang ingin belajar ke luar negeri tidak dapat melanjutkan studi mereka. Hal ini juga menginformasikan bahwa ternyata sekitar 1.200 siswa Palestina yang telah menyelesaikan studi di SMU terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya akibat embargo kebutuhan-kebutuhan fasilitas pendidikan ke daerah sana. Penulis tak menampik bahwa Zionis menginginkan bangsa Palestina menjadi negara penghasil generasi yang bodoh. Generasi yang kehilangan identitasnya. Namun sayang, tidak banyak orang mengetahui hal tersebut.

Selain itu, data telah mencatat pula bahwa pada bagian tepi barat Palestina telah dibangun tembok pemisah yang menyebabkan pengisolasian penduduk di sana, Sekitar 89.500 penduduk tepi barat terisolasi di dalamnya. Hal ini kembali menginformasikan kepada kita bahwa ternyata “kelompok” tersebut ingin menghapus para calon generasi intelek bangsa Palestina dengan cara yang seperti kita telah ketahui bahwa ini merupakan pelanggaran dari segi pendidikan, ekonomi, ataupun sosial. Namun sayang, sekali lagi, tidak banyak orang mengetahui hal ini. Hanya sedikit.

Dari data-data di atas, kita dapat membuat satu simpulan (sementara). Kesimpulan ini didasarkan pada fakta bahwa ternyata informasi-informasi mengenai hal yang telah terjadi seperti yang penulis telah sebutkan di atas tidak banyak diketahui oleh orang banyak. Satu permasalahan krusial yang dapat penulis tarik dari sana, media informasi.

Salah satu peran sentral yang dimiliki media informasi dalam pembangunan suatu bangsa adalah sebagai jalan pembuka wawasan dan pengetahuan dari dalam maupun ke luar bangsa tersebut. Penulis mengambil urutan dari dalam terlebih dahulu, setelah itu dari luar. Alasannya adalah suatu bangsa akan lebih maju apabila ia mau membuka diri terlebih dahulu, menunjukkan eksistensinya dan membuktikan bahwa bangsa tersebut pantas dipandang.

Merujuk pada bangsa Palestina di mana informasi terasa “buta” di sana, kondisi ini memperlihatkan bahwa media mengambil peran signifikan. Seharusnya, dengan media yang optimal dalam peredarannya, segala informasi tentang segala hal yang terjadi di sana dapat direspon cepat oleh dunia internasional. Segala penerangan yang bersifat emergensi dapat dicegah komplikasinya. Termasuk di dalamnya adalah kondisi pendidikan di sana yang dapat dikategorikan dalam keadaan kritis. Kondisi di mana dibutuhkannya resusitasi sumber daya pendidikan. Ini termasuk guru, buku sekolah, kapur, papan tulis, bahkan sampai gedung sekolahnya sendiri. Miris memang. Tidak akan ada yang tidak peduli apabila seluruh dunia “mendengar” nya.

Akan Tetapi, keadaan seperti itu bukanlah untuk kita pandang pesimis. Harus optimis. Harus tergerak. Pun bergerak dalam kerja nyata mengulurkan segala daya kita dalam kerja membangun. Solusi yang dapat kita berikan adalah :

1. Menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka dalam pendidikan khususnya
2. Menganalisis pihak-pihak terkait yang ada di sana
3. Merunut masalah-masalah prioritas berdasarkan waktunya
4. Mempertimbangkan variabel-variabel yang akan mempengaruhinya
5. Memutuskan amal-amal yang akan dilakukan seperti :

a. Memperkuat media informasi dengan membangun dan mengoptimalkan pusat penerangan Palestina ke negara kita dalam bentuk website, media cetak, dengan konten yang ada dalam analisis sebelumnya menggunakan media yang setidaknya mudah diakses oleh rakyat Indonesia
b. Mengoptimalkan kerja sama lembaga-lembaga islam Indonesia di dalamnya
c. Membuat propaganda besar dalam bentuk PIN, artikel, kaos, jaket, ataupun dalam jaringan sosial seperti blog, facebook, friendster, twitter, dengan tetap mencantumkan ke-Indonesia-an nya agar terlihat lebih akrab dilihat
d. Menyediakan bantuan materi dan siap melayani pendistribusiannya agar mudah dikumpulkan
e. Membentuk opini positif publik dengan membantah paradigma “Toh negara kita sendiri belum terurus kok capek-capek bantuin negara lain.”
f. Dilakukan dalam kerja kelompok yang profesional
g. Berdoa selalu kepada Allah SWT agar dimudahkan dalam ikhtiar kita

Rancangan solusi di atas bukan merupakan hal yang tidak mungkin kita lakukan. Sangat mungkin. Sederhana dan realistis. Coba anda bayangkan saat penulis cilik Palestina berpeluh ria dalam sebuah surat cintanya kepada saudara-saudaranya yang ada di penjuru dunia. Lalu kita adalah “agen pembawa” nya. Sudah berapa banyak pahala yang kita tanam apabila 1.000 orang mulai menjadi tergerak membantu karenanya. Semoga Allah mempersatukan hati-hati kita selalu. Wallahualam.

Sebuah esai dalam lomba simposium internasional 4, Education for Palestina