Sabtu, 05 Februari 2011

Si Bahagia

Tanganku terpangku malas. Sambil kuperhatikan sesosok jiwa yang kepayahan. Tubuhnya kecil dan kurus. Tetesan keringatnya berlomba-lomba jatuh ke atas tanah liat. Tampak urat-urat tangannya menjulur dari ketiak yang terlihat. Menuju hingga kepalan tangan yang sedang menggegam sesuatu. Dalam terik dekapan hangat mentari pagi. Keras sekali beliau bekerja.

Tetapi tidak. Isi kepalanya sejuk. Tubuhnya berdusta kepadaku. Kulihat raut wajahnya tanpa kerut. Panasnya ladang tidak kuasa mencekik jiwanya. Padahal payah. Malah pikirnya diselimuti bahagia nan tenang. Katanya menunggu-nunggu benih tertanam telah tumbuh kekar kelak.

Apa yang membuatmu bahagia Bapak? "Kalian." Jawabnya. Benar. Indahnya kelak, bukan kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar