Rabu, 22 Februari 2012

Suara Cinta (2)

Setidaknya aku tak mau peduli. Adakah angin yang mengalir lembut itu kuasa merobohkan kokohnya pepohonan. Dan adakah air yang gemericik itu mampu menembus batu karang hingga ke dalam pori-pori terkecilnya. Dan adakah badai yang menari-nari itu seirama menenggelamkan segala kapal hingga karam di hamparan luasnya lautan. Dan adakah langit yang memucat itu menyelimuti bumi yang sedang kering kerontang. Dan adakah suara yang syahdu itu pun dapat membangunkan jiwa-jiwa mati.

Pun segala-galanya terjadi. Biarlah, kuasa Tuhan yang menghendaki. Mereka bertakdir masing-masing. Biarkan.

Dan aku tak begitu mau peduli. Mungkinlah aku tak selembut angin. Tak jua sekuat badai. Karna biarlah juga, ada kuasaku tuk mencintaimu, karna kuasa-Nya. Hingga mungkin takdir-Nya yang menjawab, layak.

Selasa, 21 Februari 2012

Suara Cinta (1)

Kudengar gundahnya hati di dalam rongga dada ini. Yang sedang mengembara dalam lautan bunga-bunga elok. Yang tiada mau berhenti bernyanyi dan mengibas-ngibaskan angin masyuk pada lubuknya. Yang rona nya beragam warna membentuk rangkaian cita rasa. Yang menjadikannya semakin bergelora. Yang katanya, beginilah jiwa yang sedang merindu..

Hening. Berubah menjadi ramai. Seolah-olah. Memang tidak ada siapapun di sana. Tetapi cinta, seperti memberikan kehadiran engkau di sini. Di dalam urat nadi ini. Hingga masuk ke dalam jantung ini dan merasuk ke dalam sela-sela otak ini. Yang katanya, beginilah jiwa yang sedang mencintai..

Cukupkan. Hentikan angan-anganku yang panjang ini. Jika engkau pun bosan tuk menunggui. Aku takut. Setakut aku berharap pada kupu-kupu yang bermimpi kembali menjadi ulat yang busuk. Aku risau pada kemurnian yang diharapkan sejak lama..

Aku mencintaimu. Kelak, aku kan meminangmu. Ketika memang waktunya Dia izinkan..

Rabu, 15 Februari 2012

Benar, Dia adalah Pahlawan.

Kisah heroik tidaklah mesti digambarkan dengan jubah-jubah perang, pedang yang terhunus tajam, ataupun kuda-kuda kesatria nan gagah. Seorang ibu, adalah tokoh yang paling dapat menggambarkan siapa yang paling heroik di dunia.

Kujumpai seorang ibu, menceritakan sepenggal kisah yang meyakinkanku akan pernyataanku sebelumnya. Dahulu ketika sang ibu mengandung, tenaga medis yang terlibat saat itu telah memberikan pernyataan yang begitu mengejutkan. Betapa tidak, janin yang sedang dikandungnya divonis cacat! Disebut dengan Osteogenesis Imperfecta, suatu keadaan dimana seluruh tulang tidak terbentuk sempurna pada komponenenya sehingga rentan mengalami patah. Dalam penjabarannya, kondisi ini akan terus menetap hingga sepanjang hayat. Hingga sempat terlintas rencana untuk mengakhiri kehidupan janin cacat itu. Sungguh dilematis memang, mempertahankannya memiliki resiko yang begitu jelas amat berat kelak. Mengakhirinya, tidak manusiawi.

Salut! Sang ibu memilih untuk mempertahankannya. Keputusan ini begitu berani! Konsekuensinya sudah pasti berat.

Terbukti. Sang anak kini beranjak 17 tahun. Sejak lahir hingga sekarang, sang anak sudah pernah mengalami patah tulang sebanyak 13 kali. Bahkan suatu ketika anak tersebut sedang membungkuk, tiba-tiba tulang paha nya patah. Begitu rapuhnya. Lalu apakah sang ibu menyesal? Sama sekali, tidak.

Sang ibu mengakui tidak ada yang mampu ia abaikan demi anaknya. Meski keadaan mengharuskan seperti itu. Oleh karenanya sang ibu selalu rela merujuk ke dokter bedah tulang setiap kali patah tulang terjadi. Bukan ke dukun tulang.

Ternyata cintanya ibu yang mendorong memberikan yang terbaik untuk buah hatinya itu. Ternyata cintanya ibu yang melahirkan sikap heroik. Dan aku semakin yakin, seorang ibu, nyatanya adalah seorang pahlawan. Benar, dia adalah pahlawan.

_Ahmad Meiyanto_

Selasa, 14 Februari 2012

Para Idealist

Alangkah anehnya diri kita. Seringkali malah menyalahkan mereka yang disebut realita. Dengan idealisme yang sudah digenggamnya sejak dahulu, maka setiap realita seolah dibenturkan. Beginilah bentuk kokohnya idealisme, katanya.

Baiklah, ada yang ingin aku tanyakan. Apakah pada setiap kejadian yang sudah, sedang, dan akan terlewat, adalah rentetan peristiwa tanpa skenario? Ataukah begini, beberapa kejadian adalah sesuatu yang tidak pernah sama sekali menyentuh kesengajaan, atau yang sering disebut dengan istilah kebetulan? Atau ada yang menyebut dengan istilah black swan?

Jika mengiyakan setiap kalimat tanya di atas, mungkin manusia merasa tidak perlu merencanakan sesuatu hal apapun. Toh setiap kejadian itu adalah kebetulan. Anda pasti tidak setuju.

Setiap kejadian, atau realita yang ada, adalah skenario. Allah yang merancang. Tetapi masalahnya adalah hal tersebut bukanlah area yang mesti kita ketahui. Sekali lagi, ini bukan area kita untuk ketahui. Sebabnya jelas, karena pengetahuan kita amat terbatas. Sehingga kata prediksi itu menggambarkan kejadian yang mungkin terjadi, tanpa pasti.

Oleh karena itu, sangat aneh jika kita selalu mengeluh dengan tiap realita yang ada. Mungkin saja, ada yang belum dipahami dari idealisme yang katanya sudah terpegang sejak lama. Sesungguhnya, istilah kokoh dalam idealisme itu adalah pada fundamentasinya, bukan pada implementasi. Dan dinamika yang terjadi, realita yang ada, adalah skenario Allah yang banyak tidak kita ketahui dari setiap alasan kejadian tersebut hingga bentuk yang akan terjadi kemudian.

Allah sebutkan, manusialah yang buat dirinya sendiri terzolimi. Maka ketika realita yang ada adalah banyak yang terzolimi, begitulah ketetapan-Nya. Termasuk pada skenario-Nya.

Sehingga jelas, realita bukan untuk dibenturkan. Tetapi dibenarkan. Dengan idealisme yang ada. Dengan melenturkan implementasi dari idealisme itu. Siapa tahu, begitulah skenario Allah untuk menguji para idealist.

Selasa, 07 Februari 2012

Sabar Saja

Sebenarnya aku agak tergelitik. Kisahku, mungkin beberapa dari rekan sejawatku mengalami. Kutuliskan ini bukan untuk membeberkan rahasia seorang pasien karena tidak kusebutkan nama ataupun identitas yang lain, begitupun waktu kejadian.

Ketika aku sedang jaga dalam IGD di sebuah Rumah Sakit, kudapati pasien yang baru datang dirujuk dari Rumah Sakit di suatu daerah akibat kecelakaan lalu lintas. Banyak luka terukir pada tubuhnya yang terbaring dan mengalir banyak darah darinya. Kesadarannya pun terlihat menurun. Diputuskan untuk dilakukan tindakan pertolongan segera agar pasien tersebut tidak jatuh dalam keadaan yang lebih buruk.

Syukurku, ia beruntung. Tuhan masih berikan nyawa yang terbenam dalam raga nya. Pasien tersebut masih selamat. Respon tubuhnya cepat, meski kemudian mesti tetap dalam observasi kami saat itu.

Setelah kondisinya terlihat stabil, diputuskan untuk menutup luka-luka yang ada dengan jahitan, agar perdarahan yang ada berhenti. Kulakukan. Dengan persetujuan.

Ya, ada sedikit keanehan. Pasien ini kuduga dalam pengaruh obat (DPO). Atau istilahnya, ia sedang mabuk. Hecting, terpaksa tetap kulakukan. Agak paternalistik, memang.

Awalnya, ia hanya memberontak. Lama kelamaan, sepertinya marahnya menjadi-jadi. Rentetan kata-kata kotor diucapkannya tepat padaku! Berkali-kali. Dan berlangsung selama proses itu berlangsung.

Sambil menghirup sisa bau alkohol semerbak dari mulutnya, tetap kulanjutkan "usahaku". Ah, ternyata harus kutahan lebih lama dari yang kubayangkan. Kata-kata kotornya masih akan merasuk kupingku, sebelum tugas ini selesai.

Nasibku? memang. Dan sekali lagi, mungkin kan terulang pada korban lainnya. Ngerinya membayangkan hal yang lebih buruk dari ini. Nasib kami? memang.

Sabar saja.