Sabtu, 12 Maret 2011

Aku Iri.

Begitulah manusia ini menjaga dan memelihara asa kesyukuran pada Tuhannya. Keringatnya kerap mengalir. Melabuhkan diri pada tempat dimana kakinya berpijak. Mereka tuli? tidak. Mereka bahkan memanen cacian dari orang yang suka melempar caci. Lalu apakah mereka buta? sama sekali tidak. Terang-terangan orang di sekitarnya membunuh nurani suci melekat dalam dada. Ah. Merekalah yang selalu memiliki momentum dalam hidupnya. Begitulah asa kesyukuran pada Tuhannya.

Hidup. Kaki mereka. Tangan mereka. Telinga mereka. Mulut mereka. Pikiran mereka. Hati mereka. Semangat mereka. Semua hidup tanpa bayang keraguan. Itulah jati diri. Kuat mencengkerama. Langkah mereka menjulang tinggi. Padahal tak ada sayap. Itu bukan angan-angan kosong.

Tak sadar aku telah iri. Pada mereka yang tulangnya tahan banting. Yang kepalanya tertunduk bukan lesu. Melainkan pandangan yang tak terundang maksiat. Yang wajahnya merekah bagai bunga merona. Tebaran senyum bukan sekedar pesona. Yang tangannya berurat, tapi lembut. Yang kedua kakinya kian bengkak karena enggan kenal henti. Yang hatinya abadi untuk-Nya.

Aku iri dengan mereka.

Kamis, 10 Maret 2011

Pengkhianatan

Maafkan aku Rabbi.
Lidah ini kerap bertingkah jengah.
Tapi tak sadar, adalah pengkhianatan!
Terhadap tangan yang terbelenggu kaku.
Menampik, padahal berlutut pada kenistaan.
Menelusuri ruang yang bernama, hampa.
Hanya ada nilai hina di sana.

Aku tak mau seperti itu.

Begitulah yang aku tangkap dari sebuah slogan besar, "Knowledege is power, but character is more..". Mungkin adalah benar jika banyak untuk temukan manusia dengan kepala berbobot. Pikirannya menonjol, berenang-renang dengan ide-ide kreatif nan inovatif. Otaknya bak mulut yang berisik. Hanya saja, itu khianat. "Pepesan kosong". Mulutnya ucap, "Aku sudah lakukan ini, itu, dan sebagainya..". Begitulah cara tubuhnya khianati kepala di atasnya. Kerjanya kosong tak berisi.

Aku tak mau seperti itu.

Jumat, 04 Maret 2011

Yang aku tahu..

Aku takkan tahu rahasia ini. Hingga kelak saatnya menjelma takdir.

Yang aku tahu, dia adalah angin.
Yang berusaha selalu menyejukkan pandanganku dengan halal.

Yang aku tahu, dia adalah api.
Yang berusaha membakar selalu kayu-kayu semangat hingga terkumpul bulat.

Yang aku tahu, dia adalah awan.
Yang berusaha menyelimuti dari rasa gerah penatnya amanah.

Yang aku tahu, dia adalah surya.
Yang berusaha menghangatkanku dari dinginnya kemalasan, yang buatku kaku.

Yang aku tahu, dia adalah hujan.
Yang bulir-bulir air matanya mengalir deras saatku payah.

Dan yang aku juga tahu, tak perlu aku tahu kini.