Jumat, 22 Januari 2010

"Barang" Mukmin yang Hilang...


Bismillah…
Ada hal yang pernah (pula) saya dapat di mentoring…(promosi mentoring...^0^)

Teman2 tahu IPM (Index Pembangunan Manusia)? Ya, itu adalah salah satu indikator yang saat ini menjadi rujukan oleh negara-negara di dunia untuk menentukan kemajuan SDM negaranya. Ada 3 aspek yg diukur disana: kesehatan, pendidikan, daya pendapatan (ekonomi). Secara logika, indikator ini memang selintas dapat diterima. Dari sisi kesehatan dan pendidikan misalnya, statusnya yang baik mungkin akan mendukung daya produktif masyarakatnya itu sendiri.

Namun, mungkin memang tidak ada yang sempurna. Dapat kita perhatikan bahwa dengan tinggi nya status kesehatan, majunya teknologi pendidikan, dan sehatnya perekonomian suatu negara, tidak ada negara yang tidak terdapat konflik disana. Contoh ekstreme nya adalah krisis ekonomi yang baru-baru ini banyak melanda negara-negara yang banyak diantara kita anggap "maju". Jadi, adakah yang salah dari indikator tersebut?Ada. Mereka belum “lengkap”.

Islam mengajarkan orang mukmin untuk mencari “barang” nya yang hilang, hikmah, karena ia lebih berhak dengannya. Dalam surat Al Imron ayat 190-191 pun dijelaskan bahwa Allah meminta hamba-Nya memikirkan semua penciptaan-Nya dalam kondisi apapun, menggunakan aktivitas hati dan akalnya, untuk menemukan hikmah itu. Mungkin itulah mengapa islam bersifat Universal.

Terkait dengan IPM itu, rasulullah SAW pun sudah pernah mengajarkannya. Dalam doa keselamatan kita selalu meminta pada Allah:
1. Diselamatkan agamanya (salaamatan fiddiin)
2. Disehatkan jasmaninya = kesehatan
3. Bertambahnya ilmu = pendidikan
4. Berkahnya rizki = ekonomi
5. Taubatnya sebelum maut (taubatan qobla almaut)…

Ada 2 hal yang memang (ternyata) terabaikan untuk dilengkapkan dalam IPM itu sendiri, Selamatnya agama dan taubatnya sebelum maut. Mungkin inilah yg membuat negara maju sekalipun tidak akan pernah terlepas dari krisis. Saat suatu negara dikatakan berpendidikan, sudahkah ilmunya ia tambah untuk kebaikan? Saat suatu negara dikatakan pula memiliki perekonomian yang kuat, berkahkah ia?

Maka ada satu hal yang (memang) harus dibangun dari awal, penyelematan agama. Saat akidahnya sudah murni, sehatlah hatinya. Saat hati sehat, sehatlah pikiran dan raganya. Mampulah ia untuk menambah ilmu dari-Nya. Maka takutlah ia mengambil sesuatu yang tidak berkah. Saat itu terjadi, bertaubatlah ia segera. Saat itulah, seseorang baru dapat dikatakan MAJU.

Jadi, apakah mentoring ini hanya mengajarkan bagaimana membaguskan membaca al quran saja?Saya rasa tidak. :)
Wallahualam.

Selasa, 12 Januari 2010

Ihsan...Do the best of you!

Bismillah...

hanya mencoba mengingat-ingat materi mentoring yang pernah saya berikan kepada adik-adik mentorku dulu...:)
tentang sebuah istilah yang memang asal katanya berasal dari bahasa arab, "ihsan", yang artinya berbuat baik. Sebuah kata kerja yang berulang kali Allah katakan dalam Al Qur'an.

“…Dan berbuat baiklah kalian karena sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” (al-Baqarah:195)

"Jika kamu berbuat baik, (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri…” (al-Isra’: 7)

“…Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) seperti halnya Allah berbuat baik terhadapmu….” (al-Qashash:77)

“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk berbuat adil dan kebaikan….”(an-Nahl: 90)

Bahkan dalam sebuah hadits, saat malaikat Jibril mendatangi rasulullah dan bertanya kepada beliau tentang islam, iman, dan IHSAN.

“Apa itu ihsan?", rasul menjawab, "Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, dan apabila engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Ihsan adalah puncak prestasi ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh hamba Allah SWT. Sebab ihsan menjadikan kita sosok yang mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Mendapatkan posisi yang paling terhormat dari-Nya.

Ihsan itu sendiri dapat dianalogikan sebagai suatu komponen dalam tegaknya suatu bangunan. Bersama dengan iman, sebagai "pondasi" nya, islam sebagai "tiang penyokong" nya, ihsan dapat dikiaskan sebagai "atap" dalam bangunan tersebut. Sebuah atap yang kiranya dapat melindungi semua komponen-komponen yang ada di bawahnya.

Begitu pula dengan makna ihsan sebenarnya, karena ia menjadi pemelihara amal-amal kita agar tetap berkualitas dan kontinyu, layaknya atap yang menjaga agar dinding dan seisinya itu tetap utuh terjaga. Ya, terjaga. Karena ihsan mengingatkan kita pula bahwa segala amal kita ada yang "melihat".

Berkaca pada diri kita, sudahkah belajar-belajar kita, kerja-kerja kita, amalan-amalan ibadah kita, bahkan niat-niat kita, adalah yang terbaik dari kita? Atau apakah kita masih lebih sering mengeluhkan pada keterbatasan kita sehingga menjadi alasan untuk tidak memberikan yang terbaik?

Manusia hidup pada keterbatasan. Tetapi bukankah selalu ada capaian maksimum dalam keterbatasan kita?

Allahua'lam

Selasa, 05 Januari 2010

Membangun Butir-Butir Kekuatan Bangsa Palestina dengan Pendidikan.

Generasi pembelajar. Suatu generasi dimana para pelaku generasi tersebut memiliki suatu karakteristik yang khas, aktif dalam belajar dan mengajarkan. Suatu generasi yang juga akan melahirkan generasi baru yang lebih cerdas dan intelek. Generasi yang akan menjadi pusat peradaban dunia yang lebih baik. Penulis yakin bahwa tidak ada satupun bangsa yang ada di alam raya ini yang tidak ingin mencetak generasi semacam itu. Semua bangsa berhak atas cita-cita itu.
Namun, hal itu menjadi pengecualian pada saudara-saudara kita yang ada di Palestina saat ini. Pengecualian di sini bukan berarti bangsa Palestina tidak berkeinginan untuk mencetak generasi tersebut. Ada suatu “kelompok” yang tidak segan –segan, di hadapan dunia saat ini, untuk “membunuh” hak bangsa yang berada di Timur Tengah ini. ”Kelompok” itu telah menghilangkan salah satu hak yang ada dari sebuah bangsa. Hak dalam hal kemerdekaan untuk mendapatkan pendidikan. Hak pendidikan untuk bangsa Palestina. Dan “kelompok” tersebut mengatasnamakan dirinya, Zionis.

Data mencatat bahwa “kelompok” tersebut telah banyak melakukan pelanggaran dalam hal pendidikan, khususnya di jalur Gaza. Di antaranya adalah penutupan jalur lintasan dan embargo ekonomi yang menyebabkan siswa-siswa yang ingin belajar ke luar negeri tidak dapat melanjutkan studi mereka. Hal ini juga menginformasikan bahwa ternyata sekitar 1.200 siswa Palestina yang telah menyelesaikan studi di SMU terancam tidak dapat melanjutkan pendidikannya akibat embargo kebutuhan-kebutuhan fasilitas pendidikan ke daerah sana. Penulis tak menampik bahwa Zionis menginginkan bangsa Palestina menjadi negara penghasil generasi yang bodoh. Generasi yang kehilangan identitasnya. Namun sayang, tidak banyak orang mengetahui hal tersebut.

Selain itu, data telah mencatat pula bahwa pada bagian tepi barat Palestina telah dibangun tembok pemisah yang menyebabkan pengisolasian penduduk di sana, Sekitar 89.500 penduduk tepi barat terisolasi di dalamnya. Hal ini kembali menginformasikan kepada kita bahwa ternyata “kelompok” tersebut ingin menghapus para calon generasi intelek bangsa Palestina dengan cara yang seperti kita telah ketahui bahwa ini merupakan pelanggaran dari segi pendidikan, ekonomi, ataupun sosial. Namun sayang, sekali lagi, tidak banyak orang mengetahui hal ini. Hanya sedikit.

Dari data-data di atas, kita dapat membuat satu simpulan (sementara). Kesimpulan ini didasarkan pada fakta bahwa ternyata informasi-informasi mengenai hal yang telah terjadi seperti yang penulis telah sebutkan di atas tidak banyak diketahui oleh orang banyak. Satu permasalahan krusial yang dapat penulis tarik dari sana, media informasi.

Salah satu peran sentral yang dimiliki media informasi dalam pembangunan suatu bangsa adalah sebagai jalan pembuka wawasan dan pengetahuan dari dalam maupun ke luar bangsa tersebut. Penulis mengambil urutan dari dalam terlebih dahulu, setelah itu dari luar. Alasannya adalah suatu bangsa akan lebih maju apabila ia mau membuka diri terlebih dahulu, menunjukkan eksistensinya dan membuktikan bahwa bangsa tersebut pantas dipandang.

Merujuk pada bangsa Palestina di mana informasi terasa “buta” di sana, kondisi ini memperlihatkan bahwa media mengambil peran signifikan. Seharusnya, dengan media yang optimal dalam peredarannya, segala informasi tentang segala hal yang terjadi di sana dapat direspon cepat oleh dunia internasional. Segala penerangan yang bersifat emergensi dapat dicegah komplikasinya. Termasuk di dalamnya adalah kondisi pendidikan di sana yang dapat dikategorikan dalam keadaan kritis. Kondisi di mana dibutuhkannya resusitasi sumber daya pendidikan. Ini termasuk guru, buku sekolah, kapur, papan tulis, bahkan sampai gedung sekolahnya sendiri. Miris memang. Tidak akan ada yang tidak peduli apabila seluruh dunia “mendengar” nya.

Akan Tetapi, keadaan seperti itu bukanlah untuk kita pandang pesimis. Harus optimis. Harus tergerak. Pun bergerak dalam kerja nyata mengulurkan segala daya kita dalam kerja membangun. Solusi yang dapat kita berikan adalah :

1. Menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka dalam pendidikan khususnya
2. Menganalisis pihak-pihak terkait yang ada di sana
3. Merunut masalah-masalah prioritas berdasarkan waktunya
4. Mempertimbangkan variabel-variabel yang akan mempengaruhinya
5. Memutuskan amal-amal yang akan dilakukan seperti :

a. Memperkuat media informasi dengan membangun dan mengoptimalkan pusat penerangan Palestina ke negara kita dalam bentuk website, media cetak, dengan konten yang ada dalam analisis sebelumnya menggunakan media yang setidaknya mudah diakses oleh rakyat Indonesia
b. Mengoptimalkan kerja sama lembaga-lembaga islam Indonesia di dalamnya
c. Membuat propaganda besar dalam bentuk PIN, artikel, kaos, jaket, ataupun dalam jaringan sosial seperti blog, facebook, friendster, twitter, dengan tetap mencantumkan ke-Indonesia-an nya agar terlihat lebih akrab dilihat
d. Menyediakan bantuan materi dan siap melayani pendistribusiannya agar mudah dikumpulkan
e. Membentuk opini positif publik dengan membantah paradigma “Toh negara kita sendiri belum terurus kok capek-capek bantuin negara lain.”
f. Dilakukan dalam kerja kelompok yang profesional
g. Berdoa selalu kepada Allah SWT agar dimudahkan dalam ikhtiar kita

Rancangan solusi di atas bukan merupakan hal yang tidak mungkin kita lakukan. Sangat mungkin. Sederhana dan realistis. Coba anda bayangkan saat penulis cilik Palestina berpeluh ria dalam sebuah surat cintanya kepada saudara-saudaranya yang ada di penjuru dunia. Lalu kita adalah “agen pembawa” nya. Sudah berapa banyak pahala yang kita tanam apabila 1.000 orang mulai menjadi tergerak membantu karenanya. Semoga Allah mempersatukan hati-hati kita selalu. Wallahualam.

Sebuah esai dalam lomba simposium internasional 4, Education for Palestina